Euphoria Demokrasi dan Menatap Figur Pembawa Perubahan
Oleh. Freni Lutrun *)
Mengawali tulisan ini, saya sampaikan selamat kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku yang baru saja terpilih. Selamat menanti waktu untuk melayani seluruh masyarakat Maluku dengan visi misi yang sudah disiapkan. Sekiranya apa yang disampaikan waktu itu akan dilakukan kedepan demi keadilan dan kesejahteraan bersama.
Setelah sekian lama mangkir dari perbincangan dunia maya dalam kaca mata politik Maluku, saat itulah ada refleksi mendalam terhadap dinamika yang tercipta disana. Dinamika politik, sosisal, budaya dan lain sebagainya.
Tulisan saya kali ini sekedar menjadi catatan saja bahwa ketika hari ini kita telah berhasil menentukan pemimpin nomor satu dan dua di tingkat birokrasi Provinsi Maluku, maka khusus Maluku Barat Daya kita mulai menatap masa depan baru, dimana wakil Bupati akan menduduki kursi nomor satu di Kabupaten itu. Tentunya, disitu akan tercipta “aroma” kepemimpinan yang berbeda dengan sebelumnya, dan saat itulah, tentu kalangan politisi akan membolak-balik peta dan konstelasi serta aroma demokrasi yang kemungkinan terjadi nanti pada pilbub MBD 2021 nanti. Ya….. meskipun banyak orang mengatakan waktunya masih jauh, tetapi prediksi dan peta politiknya sudah bisa dilihat dari sekarang.
Ada hal yang menarik disini. Pertama; kalangan politisi tentu mengatur strategi baru dan itu dimulai dari riak-riaknya pemilihan legislatif di 2019 ini. Bahwasanya, pileg akan sangat menentukan dan berpengaruh terhadap bagaimana menyusun peta itu kembali. Dan tentunya, ada yang mulai menebak sangka kemungkinan-kemungkinannya.
Yang paling menarik adalah, MBD “kehilangan” ketokohan sosok seorang Barnabas Orno dengan jamahan tangan “dinginnya”, serta bagaimana mencari semirip dengan itu. Disinilah teka-teki itu dimainkan elit partai dan politisi muda kita. Ada yang mulai menggambarkan hegemoni wilayah dan pulau, kesamaan-kesamaan tertentu termasuk koalisi partai-partai yang kemungkinan terjadi disana disaat orang ramai membicarakan siapa sosok penggantinya.
Ada yang mulai memprediksi bahwa incumbent bakal menui hasil yang maksimal jika bisa disandang dengan figure yang baru (tidak ada kontraversi). Tetapi juga, ini bisa berbahaya bagi incumbent manakala ada sosok baru yang muncul dengan gaya berpolitik yang berbeda dan itu disenagi public MBD kedepan. Semua ini bukan tidak mungkin terjadi.
Realitas politik, demokrasi dan social budaya di Maluku Barat Daya hari ini menjadi satu catatan penting yang harus dirawat kembali. Mengapa demikian?, hal itu terjadi sebagai akibat pemahaman demokrasi kita yang sudah melebar kemana-mana, multi tafsir terhadap apa saja yang terjadi di negeri ini.
Dengan melihat kondisi ini, maka demorasi kita sedang berada dalam satu ambang kekhawatiran. Abang dimana antara demorasi, fakta-fakta dan pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi masuk dan ikut mewarnai demorasi itu. Oleh sebab itu, MBD sebagai daerah yang sementara “dijamah” transformasi itu bakal merasakan dampaknya dan sangat mungkin akan dikait-kaitkan dalam berbicangan elit partai terhadap sososk seperti apa yang akan dilihat nantinya.
Saudara/I ku, beberapa waktu lalu dalam sebuah perbincangan bersama rekan-rekan aktivis di Jakarta, saya menemukan adanya satu formasi dan kekuatan baru yang mungkin saja akan sangat berpengaruh kepada kultur poltik termasuk mampu merubah dan merawat social budaya kita kedepan namun itu sangat ditentukan dengan bagaimana kita mampu berfikir baru, berjiwa baru, dan berkarakter baru untuk satu mimpi besar membangun daerah sekaligus melihat figure tidak dalam pandangan yang sempit.
Terlepas dari keunggulan kita pada aspek lainnya, sesungguhnya, kita saat ini juga berada dalam satu fenomena berdemorasi yang “makin mundur” dalam pengertian selalu saja menomorsatukan “orang-orang lama” dalam setiap komunikasi politik. Masyarakat dan para politisi lupa bahwa iklim demokrasi kita dengan adanya pengaruh ilmu pengetahuan yang demikian cepat, mestinya sudut pandang itu dihilangkan perlahan dengan bagaimana menentukan formasi baru kepemimpinan kita. Pemimpin yang hadir memiliki pandangan visioner yang luas, mampu merawat kultur dan budaya serta memiliki kecukupan intelektual dan sumber daya fisik yang bisa membawa masyarakat dalam satu perubahan mengikuti perubahan zaman itu sendiri. Tidak menentukan pemimpin asal membangun dan tidak mampu melihat tanda-tanda masa depan.
Pada sisi yang lainnya, kultur dan budaya kita juga ikut terkikis dan tidak bisa terawat secara baik sebagai akibat mentalitas dan moralitas elit-elit yang sebenarnya paling senang dengan pola transaksional yang pada akhirnya ikut merasuki pikiran dan perilaku masyarakat kita sendiri. Makin-lama itu dibuat, demikian pula budaya dan kultur kita hilang dalam zaman.
Hari ini, kita harus berfikir baru. Kita harus bisa menghadirkan cara pandang lain untuk merawat semua yang telah terjadi itu. Kita mulai menentukan arah politik yang sehat, edukasi politik yang berorientasi social budaya dengan tidak bermaksud mengesampingkan namanya globalisasi itu. Kondisi ini sama sekali jarang ditemukan. Kita lebih suka euphoria, menebar pesona dan bernostalgia daripada mengutamakan intelektual dan edukasi yang membangun rakyat. Apakah anda sepakat dengan pemikiran ini?…. ayo lakukan sekarang.
Saudaraku, tulisan ini sama sekali tidak ada maksudnya untuk melakukan satu perlawanan atau berada pada oposisi atau tidak, melainkan ini sebagai peringatan dini terhadap kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam satu iklim pemerintahan sekaligus juga menjadi diskusi bersama untuk arah kemajuan MBD yang lebih baik. (*)