DaerahGarda KaimanaGarda ManokwariGarda Papua BaratHUMANISSudut PandangUncategorized

Freddy Thie dan Pengabdian Pada Tanah Kelahiran ‘Negeri 1001 Senja’

KAIMANA, gardapapua.com —- Saya menyadari, tidak sedikit orang menilai Saya sebagai seorang kapitalis lokal yang ingin memonopoli kekuasaan dengan cara menjadi Bupati hanya untuk memperkaya diri sendiri.

Mungkin hal ini, karena Saya berlatar belakang seorang pengusaha dan barang kali karena Saya terlahir dari keturunan Tionghoa. Sehingga orang-orang itu melihat Saya tak ubahnya seperti Taipan yang tamak dan pelit. Tetapi Saya maklum, karena mereka hanya mengetahui Saya dari luarnya saja dan tidak mungkin Saya harus membelah dada agar mereka melihat isi hati Saya yang sebenarnya.

Dalam beberapa kesempatan, Saya selalu sampaikan, jika hanya untuk memperkaya diri dan menumpuk harta, tidak perlu Saya maju sebagai Bupati, karena menjadi pengusaha adalah jalan terbaik. Apa yang Saya miliki saat ini, adalah buah dari perjuangan Saya sebagai pengusaha.

Puji Tuhan, dengan hasil usaha yang Saya geluti dari Nol, Saya cukup mampu memenuhi kebutuhan Saya dan keluarga. Satu hal yang belum bisa Saya penuhi, yaitu berterimakasih kepada tanah tempat di mana Saya dilahirkan, tanah di mana ari-ari Saya dikubur, tanah yang telah menghidupi Saya selama ini, yaitu tanah Papua, khususnya Kabupaten Kaimana dengan julukannya ‘Negeri 1001 Senja’ yang juga kaya akan objek wisata lautnya.

Dengan hasil usaha, Saya bisa saja membantu orang-orang yang ada di sekitar Saya. Sebenarnya itu juga sudah Saya lakukan dalam senyap sejak dulu, baik hanya sebatas membantu uang jajan atau membantu menyekolahkan anak dari orang-orang yang berjasa kepada Saya. Tetapi, seberapapun besar kekayaan yang Saya miliki, tidak akan pernah cukup untuk membantu banyak orang. Apa lagi untuk membantu daerah ini maju dan sejahtera.

Inilah satu-satunya alasan kenapa Saya maju sebagai Bupati di Kaimana, yang barang kali dianggap mustahil terpilih oleh sebagian orang karena latar belakang Saya seorang minoritas, baik dari segi etnis maupun agama. Karena Saya seorang Tionghoa sekaligus Katolik yang jumlahnya paling sedikit di Kaimana. Tetapi Puji Tuhan, mayoritas saudara Saya di Kota Senja ini tidak melihat Saya dari status minor tersebut. Mereka melihat Saya sebagai keluarga, sehingga memilih dan mempercayai Saya sebagai pemimpin (baca; Bupati) mereka.

Dengan menjadi Bupati, melalui kewenangan yang melekat pada jabatan, Saya bisa merealisasikan mimpi Saya yang tertunda itu, yakni membantu masyarakat secara luas serta mengaktualisasikan ide serta gagasan Saya untuk memajukan daerah ini. Tentu dengan menduduki jabatan Bupati, tidak akan serta merta mengubah keadaan 180°. Semua butuh proses, tahapan dan mekanisme. Tapi yang pasti, saat ini bahtera Kaimana telah Kita arahkan pada Perubahan yang pernah Kami janjikan. Maju, Adil dan Sejahtera.

Adapun kritikan dari sebagian orang yang tidak puas kepada Saya, itu biasa di dalam sistem demokrasi. Lagi pula, tidak ada satu pun pemimpin di dunia ini yang mampu memuaskan hasrat semua masyarakatnya. Pro kontra itu pasti terjadi dan tidak bisa dihindari. Jangankan Saya yang terlahir sebagai manusia biasa, Yesus dan Muhammad yang nyata-nyata membawa pesan kebenaran absolut, pun tidak luput dari pro dan kontra umatnya.

Selain itu, jabatan Bupati ini merupakan jabatan politik. Sudah jamaknya, setiap kebijakan yang Saya tempuh tidak akan pernah luput dari politisasi. Jangankan membuat kebijakan, Saya diam saja dipolitisasi. Tetapi semua itu kembali lagi pada cara kita menyikapi serta kedewasaan kita dalam berpolitik dan berdemokrasi. Jika kritik itu baik adanya, Saya akan makan sebagai nutrisi dalam memimpin daerah ini. Tapi jika sebaliknya, Saya akan cuekin. Kata Gus Dur, “gitu aja kok repot?”.

 

Artikel / Tulisan ini, merupakan kutipan panjang dari hasil wawancara eksklusif bersama Bupati Kaimana, Freddy Thie, pada Hari Selasa, 19 Juli 2022, dan Dipublish Rabu Tanggal 20 Juli 2022 di Kaimana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *