Gubernur PB dan MRP-PB, Pertanyakan Keabsahan Pertemuan 61 Tokoh Papua
MANOKWARI, gardapapua.com — Gubernur Papua Barat Drs. Dominggus Mandacan dan Ketua MRPB Maxi N Ahoren,SE, melayangkan sikap pertanyakan, keabsahan keterwakilan 61 tokoh Papua yang mengatasnamakan tokoh adat atau kepala suku Papua dan Papua Barat dengan Presiden Joko Widodo di Istana.
Pada pertemuan yang diketahui diketuai oleh Ketua DPRD Kota Jayapura Abisai Rollo, selaku penanggung jawab rombongan perwakilan tokoh Papua dan Papua Barat, pada, selasa (10/9), kemarin, Gubernur Dominggus Mandacan menyatakan mengaku kaget.
Diakuinya, bahwa dirinya, yang juga selaku kepala suku besar arfak justru tidak mengetahui ada utusan tokoh masyarakat dari Provinsi Papua Barat untuk membahas tentang kerusuhan yang terjadi di Tanah Papua sejak 19 Agustus 2019 lalu.
Gubernur Mandacan menegaskan, bahwa pihaknya tidak pernah merekomendasikan siapa pun untuk mengikuti pertemuan bersama Presiden Joko Widodo membicarakan tentang persoalan kerusuhan di tanah papua, mewakili Papua Barat.
” Saya tidak tau juga, saya tau ketika pertemuan di siaran televisi. mereka dapat rekomendasi dari mana untuk mewakili kita. Kita memang lagi menunggu undangan dari Presiden, artinya dari aspirasi dan harapan yang disampaikan melalui demo damai bahkan anarkis, dan saya sudah mengirim kepada Presiden bersama kementerian terkait, ” Ungkap Gubernur Papua Barat Drs. Dominggus Mandacan, kepada awak media usai menghadiri pawai dan deklarasi damai di Lapangan Borasi Manokwari, Rabu (11/9) siang.
Terpisah, Ketua Lembaga kultur Majelis Rakyat Papua (MRP-PB) di Provinsi Papua Barat yang juga sebagai lembaga representasi orang asli Papua di Papua Barat menegaskan bahwa MRP-PB juga tidak mengakui pertemuan tersebut, dan menyatakan bahwa pertemuan 61 tokoh Papua di Istana Jakarta adalah ilegal.
Alasannya sangat sederhana, yakni belum ada pertemuan dua pemerintahan di tanah Papua, termasuk didalamnya melibatkan antara tokoh asli adat Papua di wilayah adat Papua dan Papua Barat, MRP Papua, Papua Barat, jajaran Forkompimda lainnya TNI/Polri.
Tentunya, untuk menyamakan persepsi dalam aspirasi di tanah Papua tentang masalah kata rasisme, yang kemudian dijadwalkan untuk bertemu Presiden Jokowi untuk disampaikan secara resmi.
” Menurut kami pertemuan yang dilaksanakan di jakarta itu tidak memenuhi unsur keterwakilan semestinya, dan juga belum ada pertemuan bersama di tanah Papua dari kedua provinsi ini. Kok, sudah ada tokoh yang mengatasnamakan kepala suku, dan adat bertemu Presiden?,”Ujarnya dengan nada tanya, saat dimintai tanggapannya oleh wartawan di Manokwari, Rabu (11/9).
Ahoren berharap, sekiranya dari insiden rangkaian peristiwa kejadian yang telah terjadi, mestinya pemerintah membuka seluas – luasnya dialog Papua dan Indonesia.
Sebab, banyak hal yang patut dijabarkan didalam dialog ini, dan bukan sebatas pertemuan untuk menghasilkan beberapa rumusan mengatasnamakan orang papua. [*/RED]