DaerahGarda ManokwariGarda Papua BaratHeadline newsLingkungan dan HAM

Dinas Kehutanan Pabar Gelar Pembahasan Harmonisasi Pergub Standar Kompensasi Bagi Masyarakat Adat dan PHAT

MANOKWARI, gardapapua.com — Dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang pengolahan hasil hutan, serta meningkatkan hasil hutan tanpa merusak hutan, Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat di tahun 2024, menggelar kegiatan pembahasan dan harmonisasi peraturan Gubernur tentang standar kompensasi bagi Masyarakat Adat atas Kayu pada areal Hak Ulayat serta Pemanfaatan Hutan Alas Titel (PHAT) di Provinsi Papua Barat, dengan melibatkan stakeholder terkait dan jajaran cabang kehutanan di 7 kabupaten se-Papua Barat.

Pelaksanaan pembukaan kegiatan itu bertempat di ruang pertemuan Swissbell-Hotel Manokwari, pada selasa (26/3/2024). Turut hadir mewakili Pj. Gubernur Papua Barat Asisten III Bidang Administrasi Umum Setda Papua Barat, Otto Parorrongan,SKM.,.M.Kes, didampingi Anggota Fraksi Otsus DPR Papua Barat Mudasir Bogra, dan perwakilan dari Polda Papua Barat, serta forkopimda dan instansi teknis terkait, serta perwakilan unsur Masyarakat adat.

Pelaksana tugas (Plt). Kepala Dinas Kehutanan Papua Barat, Jimmy W. Susanto, S.HUT.,M.P dalam sambutannya mengatakan, jika pelaksanaan pembahasan dan harmonisasi peraturan Gubernur tentang standar pemberian kompensasi bagi Masyarakat Adat Atas Kayu pada Areal Hak Ulayat serta Pemanfaatan Hutan Alas Titel (PHAT) di Provinsi Papua Barat ini, adalah sebagai bentuk dan harapan dapat membawa hasil yang positif untuk pengembangan dan pengelolaan sumberdaya hutan di wilayah Provinsi Papua Barat, terutama terhadap kelestarian sumberdayanya dan tingkat kesejahteraan masyarakat di Papua Barat.

“Mudah-mudahan melalui kegiatan ini dapat dimunculkan masukan-masukan yang kontruktif terkait dengan pembahasan dan penyusunan peraturan Gubernur Papua Barat tentang Standar Pemberian Kompensasi bagi Masyarakat Adat Pemilik Hak Ulayat di Provinsi Papua Barat dan mekanismepelaksanaan pemanfaatan dan peredaran hasil hutan kayu tumbuh alamioleh Pemegang Hak Atas Tanah dalam rangka peningkatan ekonomikerakyatan, serta diharapkan dapat berkontribusi untuk mengurangi angkakemiskinan ekstrim di Provinsi Papua Barat,”Ucap Plt. Kepala Dinas Kehutanan Papua Barat, Jimmy W. Susanto, S.HUT.,M.P.

Disebutkannya, bahwa Provinsi Papua Barat memiliki luas kawasan hutan dan daratan sebesar ±5.293.718 Ha atau sekitar hampir 90% dari total luas wilayah Provinsi Papua Barat masih berpayungkan hutan.

Sehingga tentu, ini merupakan salah satu potensi sumber daya hutan yang sangat besar diantaranya adalah hasil hutan kayu. Sehingga demikian, dengan adanya potensi kayu tersebut, sudah tentu menjadi salah satu sumber penghasilan bagi Masyarakat Hukum Adat yang hidup di sekitar kawasan hutan diProvinsi Papua Barat, yang hasil hutan kayunya dikelola melalui perizinan yang legal.

“Kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan Hutan yang didasari oleh UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pada pasal 3 berbunyi Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Otonomi Khusus,”Paparnya

Melalui pelaksanaan kegiatan ini juga diharapkan menjadi wadah pembahasan dan penyusunan Peraturan Gubernur tentang standar pemberian kompensasi bagi masyarakat adat atas kayu pada areal hak ulayat, serta pembahasan mekanisme pemanfaatan dan peredaran hasihutan kayu tumbuh alami oleh Pemegang Hak Atas Tanah dengan prinsip pengelolaan hasil hutan kayu yang optimal dan lestari.

“Tujuannya adalah sebagai upaya perlindungan terhadap hak-hak dasar Masyarakat Hukum Adat terhadap sumber daya hasil hutan, serta untuk mendapatkan nilai tambah PNBP sektor kehutanan dan peningkatan ekonomi kerakyatan, khususnya Masyarakat Hukum Adat selaku pemilik Hak Ulayat dalam pengelolaan hasil hutan kayu yang terjamin legalitasnya,”Tukasnya

Sedangkan Hak Ulayat atau Hak Pertuanan adalah hak dari suatu masyarakat hukum adat atas lingkungan tanah wilayahnya, yang memberi wewenang-wewenang tertentu kepada penguasa adat untuk mengatur danmemimpin penggunaan tanah wilayah masyarakat hukum tersebut.

“Sehingga Masyarakat Pemilik Ulayat yang merupakan persekutuan dan paraanggotanya, berhak untuk memanfaatkan tanah, memungut hasil dari segalasesuatu yang ada di dalam tanah dan tumbuh serta hidup di atas tanahulayat tersebut, termasuk diantaranya adalah hasil hutan kayu,”Imbuhnya

Di provinsi papua barat, lanjut dia, terkait hak ulayat atas tanah memperoleh keuntungan dari pengelolaan dan pemanfaatan kayu terutama dari pembayaran kompensasioleh pemegang konsesi PBPH atau Perizinan dan Persetujuan PemanfaatanHasil Hutan Kayu lainnya yang sah.

Sementara, biaya kompensasi adalah biaya yang harus dibayarkan oleh pemegang konsesi kepada masyarakat adat ketika perusahaan menebang/mengambilkayu dari hutan produksi yang terletak di tanah adat.

“Tujuan dari biaya kompensasi adalah untuk mengkompensasi degradasi hutan dan hilangnya akses kepada sumberdaya yang tersedia di hutan. Besarnya biayakompensasi harus dirundingkan oleh masyarakat adat,”Sebut Plt. Kadis Susanto

Sembari menambahkan, bahwa ada pula Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 35 Tahun 2012 terkait pengakuantanah adat secara tegas memisahkan hutan adat dari hutan Negaramemberikan peluang yang besar kepada Pemerintah Daerah dalam mendukung manajemen hutan berbasis kemasyarakatan.

Putusan MK No. 35 Tahun 2012 ini menciptakan peluang untuk pengakuan hak adat yang telah lama dikesampingkan. Namun untuk merealisasikan putusan tersebut, pemetaan hak ulayat harus dilakukan. Peta tersebut harus kemudian disahkan oleh Pemerintah Daerah, dalam hal ini Kepala daerah setingkat Bupati. Dimana prosesi pemetaan hak ulayat harus difasilitasi untuk menjamin bahwa masyarakat lokal tidak dimanipulasi saat berurusan dengan spekulan tanah.

Dikatakan pula, bahwa tantangan utama bagi Provinsi Papua Barat adalah memastikan kayu diproduksi secara lestari, sehingga dapat memberikan kontribusi positif kepada pembangunan sosial ekonomi dan pada saat bersamaan mempertahankan kelestarian jasa-jasa lingkungan.

Beberapa kebijakan telah diimplementasikan di Provinsi Papua Barat, diantaranya ; Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 5 Tahun 2014 tentang StandarPemberian Kompensasi Pemberian Hak Ulayat; dan Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 51 Tahun 2018 tentangPeredaran Hasil Hutan Kayu Bulat.

“Bertepatan dengan Kegiatan Pembahasan dan Harmonisasi Peraturan Gubernur tentang Standar Pemberian Kompensasi Bagi Masyarakat Adat Atas Kayu pada areal Hak Ulayat serta Pemanfaatan Hutan Alas Titel (PHAT) di provinsi papua barat ini, saya secara khusus menyampaikan kepada saudara-saudara yang hadir sebagai peserta untuk dapat mengikuti kegiatan ini dengan baik, sehingga tujuan dan sasarannya dapat tercapai. Bukan tanpa alasan kegiatan ini terlaksana, karena hal ini berkaitan dengan tugas pembinaan dan pengendalian oleh Dinas Kehutanan Provinsi PapuaBarat terkait dengan pemanfaatan dan peredaran hasil hutan, sehinggadiharapkan bagi Peserta untuk mengikuti kegiatan ini dengan baik dan seksama,”Pesannya

Susanto lalu menegaskan, bahwa Dinas Kehutanan di Provinsi ini, mempunyai komitmen terkait rencana pengelolaan sumberdaya hutan diwilayah papua barat harus benar-benar dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat tetapi kelestariannya haruslah ditata dan dikelola juga dengan baik.

“Jadi bukan saja pada pengelolaan hadil hutan, tapi harus kita jaga dan lestarikan bersama-sama sehingga anak cucu kita di masa yang akan datang juga dapat menikmatinya. Tentunya harus ada terobosan yang terstruktur dan terprogram agar nantinya bisa memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat maupun kelestarian sumberdaya hutan itu sendiri,”Tandasnya. [Ian/Red]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *