Aspirasi RakyatDaerahGarda KaimanaGarda Papua BaratHUMANISLingkungan dan HAMSudut Pandang

Mahasiswa dan Pemuda Kaimana Minta Rektor UNIPA Klarifikasi Kata “Mahasiswa Wamena”

KAIMANA, gardapapua.com — Sekelompok Mahasiswa dan pemuda Kaimana meminta kepada Rektor Universitas Negeri Papua (UNIPA) di Manokwari untuk segera mengklarifikasi tulisan “mahasiswa asal Wamena”, yang termuat dalam surat laporan polisi yang telah dikeluarkan UNIPA serta ditandatangi oleh rektor, terkait menceritakan kronologis aksi demo sehingga terjadi pengerusakan dan penganiayaan terhadap seorang dosen.

Menurut mereka dengan tulisan yang menyebutkan ”Mahasiswa asal Wamena” dalam surat laporan polisi dari UNIPA untuk meminta kepada aparat kepolisian melakukan tindakan Hukum terhadap para pendemo, adalah kata yang telah mengkotak kotakan Orang Asli Papua (OAP).

Sehingga diduga atau sengaja diciptakan sebagai bentuk memecah belah orang Papua yang mendiami Bumi cendrawasih dari Kepala Burung Sorong – Merauke.

“ Persoalan dengan pernyatakaan Rektor UNIPA dalam Surat kepada Pihak kepolisian dalam aksi demo kemarin yang menyatakan bahwa aktor dari pada semua itu adalah Basodara atau teman – teman Mahasiswa dari Wamena. Jadi kalau seperti ini, maka kami menilai ada semacam mengotak-kotakan kami orang papua, dan kalau seperti ini maka tidak usah lagi kita berbicara soal menentang rasis, karena dilingkungan Universitas ini saja ada hal itu, oleh sebabnya, kami berharap kata “ wamena “ ini bisa diklarifikasi oleh Rektor,”Ujar Juru bicara Mahasiswa dan Pemuda Kaimana, Fadrin, Reasa, kepada Wartawan Selasa (3/7).

Dikatakan bahwa kehadiran UNIPA sebagaimana mottonya, yakni, memanusiakan manusia, sehingga lanjut di tambahakan, statement seorang rektor tidak seharusnya demikian.

“Jadi ini bukan masalah seperti apa, tetapi kita bicara sesuai dengan Motto UNIPA yakni Ilmu untuk kamanusiaan seperti apa, bukan berarti ada Rasisme disitu,”Tambahnya

Sementara berbicara soal tindakan Hukum yang dibolehkan oleh pihak kampus, ditambahkan perlu menjadi cacatan untuk dievaluasi kembali.

”Kalau sudah diberikan ruang kepada pihak kepolisian di dalam kampus maka saya menilai hak demokrasi dan independensi dari mahasiswa dan mahasiswi itu sudah tidak ada, sehingga hal ini menurut saya harus dievaluasi kembali, dan yang berikut saya katakan bukan untuk mahasiswa dari pante, pedalaman atau siapa siapa tetapi itu untuk kita semua, jadi jangan lagi membedakan antara kelompok ini dan itu, sehingga persoalan yang terjadi di Kampus UNIPA adalah menjadi tanggungjawab kita semua,”Paparnya. [JO/RED]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *