DaerahGarda Papua BaratGarda Teluk BintuniHeadline newsHukum dan KriminalPolitikSudut Pandang

Amus Atkana : Sebuah ‘Rekomendasi’ Adalah Jati Diri Sisi Kepastian Hukum, KPU Wajib Tindaklanjuti Rekomendasi Bawaslu

TELUK BINTUNI, gardapapua.com — Proses pelaksanaan pemilukada 2020 di papua barat masih banyak memunculkan sejumlah catatan bahwa terdapat beberapa kekurangan dan kelemahan terutama menyangkut aspek teknis penyelenggaraan Pemilu, performa penyelenggara Pemilu, kinerja penegakan hukum Pemilu, serta kepatuhan peserta pemilu.

Salah satu pegiat demokrasi di papua barat, dari Jaringan Demokrasi Indonesia (JDI) Amus Atkana, dalam wawancaranya, rabu (16/12/2020) menyoroti banyaknya rekomendasi sejumlah catatan terkait pelanggaran – pelanggaran pilkada tersebut. Sampel contoh sejumlah pelanggaran – pelanggaran yang saat ini terjadi di kabupaten teluk bintuni, manokwari dan sejumlah lainnya di papua barat.

“Rekomendasi yang dikeluarkan jangan dibanggakan sebagai sebuah prestasi kerja. Justru dari banyaknya Rekomendasi yang dikeluarkan, menjawab siapa itu kita sebenarnya,”Ujar Amus Atkana

Menurut Atkana, bahwa semakin banyak dikeluarkannya catatan rekomendasi adalah bukanlah sebuah akhir prestasi. Namun harusnya dipahami bahwa sebuah instruksi rekomendasi adalah sebuah kekuatan hukum dan perlu dilihat secara baik secara cermat.

Sebagai penggiat demokrasi di papua barat, Amus Atkana menilai bahwa semakin banyaknya dikeluarkan sebuah rekomendasi membuktikan bawaslu sebagai lembaga pengawasan pelaksanaan pemilukada dinilai tidak mampu menangani sebuah penanganan pelanggaran secara objektif. Sehingga timbulnya dalil – dalil saling berbalasan pantun ‘Surat’ tanpa sebuah eksekusi membuktikan sisi keadilan hukum tidak dipahami baik oleh para penyelenggara dalam hal menindaklanjutinya.

” Saya sebagai penggiat demokrasi di papua barat menilai, bahwa semakin banyak rekomendasi perlu digaris bawahi bahwa ini pembuktian masih lemahnya sebuah pengawasan yang dilakukan. Jadi, sebagai penggiat demokrasi sederhananya adalah mesti para pengawas lapangan mestinya lebih jeli melihat setiap dugaan-dugaan pelanggaran yang terjadi dalam suasana pencoblosan dan perhitungan suara di TPS, meskinya harus tegas mengambil sikap. Bukan membiarkan sebuah pelanggaran ini jalan dan terjadi begitu saja, hingga berujung pada sebuah saling melempar tanggung jawab, ini tentu sangat tidak wajar. Apalagi pengawas pemilukada ada di lapangan namun tidak mampu menegur saat itu. Sengaja membiarkan, malah berujung pada timbulnya rekomendasi – rekomendasi yang lagi – lagi dalam sebuah eksekusinya tidak berjalan semestinya sesuai tahapan,”Sebutnya

Atkana lalu mengingatkan, bahwa sebuah rekomendasi adalah ‘Jati Diri’ dari tegaknya sebuah sisi keadilan hukum. Sehingga, kalau perihal rekomendasi sudah dikeluarkan berarti itu adalah bentuk konsekuensi hukum.

Dimana Bawaslu menjadi lembaga peradilan khusus pemilu, lanjutnya, maka harus menyerahkan kewenangan pengawasan itu kepada publik.

Apalagi dalam UU No 7 Tahun 2017 sudah memberi penguatan kepada Bawaslu terkait fungsi administrasi. Lebih lanjut, Atkana mengatakan bahwa fungsi lembaga peradilan khusus yang dimaksud untuk memutus hasil suara dalam Pilkada.

Kemudian, juga memutus terkait pelangagaran administrasi dan persoalan mengenai PTUN seperti sengketa administrasi dan pencalonan serta hasil suara.

“Didalam undang – undang pemilu kita UU 7/17 tentang pemilu, peradilan pemilu diberikan kepada bawaslu dan DKPP, dalam hal etika menindaklanjuti proses sebuah pelanggaran dari tahapan pemilihan. Jadi saya minta ruang hukum yang diberikan kepada bawaslu ini bawaslu harus mengelolanya dengan baik. Dengan maksud, bawaslu harus mampu mengelola sebuah informasi secara objektif, berimbang, dan mampu membuat kajian secara jeli dari pelanggaran – pelanggaran yang terjadi berdasarkan beberapa dasar lampiran telah terpenuhinya sebuah syarat pelaksanannya,”Tegas Atkana

Juga berdasarkan perbawaslu nomor 8 tahun 2018 setidaknya jika telah memenuhi dua kriteria baik syarat [formil] yakni dari identitas pelapor, dan [materil] objek pelanggaran yang dilaporkan terdiri dari waktu peristiwa, tempat peristiwa, saksi, dan bukti lainnya dan riwayat uraian persitiwa.

Karena kalau sebuah rekomendasi yang dikeluarkan lalu tidak dijalankan, maka akan menimbulkan blunder ditengah – tengah masyarakat demokrasinya.

“Masyarakat nanti korban. Karena ketidakpastian sebuah tindaklanjuti perkara – perkara dugaan pelanggaran pilkada yang terjadi. Karena masyarakat butuh sesuatu yang pasti. Ini khan sangat disayangkan kalau nantinya masyarakat,”Tukasnya.

Senada, Daud Indouw,SH, selaku tokoh Intelektual arfak / pengamat politik papua barat turut menegaskan, bahwa untuk pilkada hasilnya berupa rekomendasi kepada KPU atau peserta pemilihan wajib untuk ditindaklanjuti. Sebab sebuah rekomendasi Bawaslu daerah pada Pilkada 2020 merupakan dasar sisi keadilan dari pembuktian. Sehingga sewajibnya mesti dilaksanakan KPU setempat.

Sebab ranah pelanggaran administrasi pilkada ini melalui mekanisme klarifikasi dan kajian yang hasilnya adalah rekomendasi (berdasarkan UU Pilkada 10/2016). Dasar lainnya adalah pada Perbawaslu (Peraturan Bawaslu) Nomor 14 Tahun 2017.

Sehingga terkait segala bentuk Penanganan Pelanggaran Administrasi dan Penyelesaian Sengketa Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di setiap tingkat kabupaten/kota, lembaga bawaslu menurut dia, adalah lembaga yang berwenang menangani dan menilai ada tidaknya pelanggaran pemilihan atas temuan atau laporan masyarakat tentu berdasarkan mekanisme.

Surat keterangan ‘Rekomendasi’ Bawaslu

Sebelummya, terkait akan sejumlah dugaan pelanggaran – pelanggaran yang masuk dan telah dilakukan kajian di pihak bawaslu, Komisioner Bawaslu Papua Barat bidang Humas dan Data Informasi, Nazil Hilmie kepada wartawan di Manokwari mengakui, bahwa untuk Pilkada Bintuni, prinsipnya kajian dari pihak Bawaslu Bintuni sudah disampaikan ke KPU Bintuni, namun kemudian KPU Bintuni menjawab untuk dalam tanda kutip “TIDAK MAU” melaksanakan.

Apalagi telah dikeluarkannya surat bawaslu perihal Rekomendasi yang diteruskan kepada KPU untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Selain itu, Bawaslu papua barat juga pertanggal 15 desember 2020, telah menerima beberapa Perihal penjelasan sejumlah dugaan pelanggaran yang telah terjadi lainnya.

“Tentu ada ranah lain untuk kita pertimbangkan. Kajian itu silahkan ditindaklanjuti, ada ranah lain, apakah itu pidana, adminstrasi atau kode etik dan seterusnya. Karena ini bisa di bawa ke DKPP dan akan dibuktikan disidang DKPP,”Tandasnya. [TIM/RED]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *