Garda ManokwariGarda NusantaraHeadline newsHukum dan KriminalSudut Pandang

Media Tidak Cantumkan Susunan Redaksi, Perlu Dipertanyakan Keabsahannya

MANOKWARI, gardapapua.com —“Media profesional adalah yang berbadan hukum. Kalau enggak, ya udah pasti abal-abal,” kata Komisioner Dewan Pers, Ratna Komala, dalam diskusi di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, (26/4/17), belum lama ini, mengutip nasional.okezone.com, dengan judul berita :
“Ramai Media Abal-Abal, Dewan Pers Beberkan Ciri-cirinya”.

Terkait ini, Ketua PWI Papua Barat, Bustam saat dimintai pandangannya menerangkan, bahwa berdasarkan aturan yang dibuat oleh Dewan Pers, setiap perusahaan pers atau yang bergerak dalam bidang usaha media, wajib mencantumkan susunan redaksi atau pengurus media tersebut, serta berbadan hukum sesuai keperuntukannya dan berdasarkan peraturan dan landasan perizinannya.

Hal ini melihat banyaknya dinamika kemunculan media online atau dalam jejaring (Daring) akhir – akhir ini, khususnya pada wilayah daerah Provinsi Papua Barat.

Bermunculan sejumlah media ini, dimana-mana, namun perlu diingat bahwa setiap media yang didirikan haruslah berbadan hukum sesuai dengan keperuntukan dan fungsinya berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang berlaku.

Juga menurut Bustam, bahwa setiap media, baik itu media cetak, media elektronik maupun media online, wajib mencantumkan susunan redaksi.

“Khusus untuk media online, selain mencantumkan susunan redaksi, harus ada pedoman media saber pada box media tersebut, hal ini dilakukan untuk memberi edukasi bagi pembaca,”Papar Ketua PWI Papua Barat, Bustam, saat dimintai tanggapannya, sabtu (13/6/2020) melihat beredar maraknya media daring (online) tanpa lengkap susunan keredaksiannya.

Selain itu, jarang pula media online atau daring yang menyertakan pedoman media saber, jika tidak keabsahaan media tersebut patut dipertanyakan.

“Iya, harus, setiap media, entah itu media cetak, media elektronik, dan media online, wajib mencantumkan susunan kepengurusan pada box redaksi media tersebut,” Ujar Bustam menambahkan

Lanjut dia, pentingnya dicantumkan nama atau susunan redaksi agar masyarakat dapat melakukan klarifikasi dan hak jawab jika terdapat kesalahan saat media tersebut membuat berita.

Hal yang sama juga pernah dikatakan oleh Komisioner Dewan Pers Ratna Komala, seperti yang dikutip dari laman OkeNews.com.

Ratna pada suatu kesempatan menyebutkan, bahwa media yang belum terverifikasi lembaga pengawas diduga dapat memberikan berita bohong atau hoax. Sebab, ada sejumlah ciri dari media yang disinyalir abal-abal dan bahkan dapat menyebarkan berita bohong atau hoax.

“Media profesional adalah yang berbadan hukum. Kalau enggak, ya udah pasti abal-abal,” katanya dalam diskusi di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

Ia pun menceritakan ketika Dewan Pers mencari informasi terkait media yang belum terverifikasi, yakni tidak ditemukannya alamat yang jelas.

“Alamat redaksi juga harus jelas. Ada yang begitu di cek taunya alamat ruko atau restoran padang,”Sambungnya.

Selain itu, lanjut Ratna, alamat redaksi juga harus jelas. Jika tidak ada, maka pemberitaan yang dimuat pun perlu dipertanyakan kebenarannya.

Terkait akan ini, Ketua DPD AMPI Kabupaten Teluk Bintuni Yohanis Manibuy (Anisto) yang dimintai tanggapannya, juga menyayangkan Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers yang adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB, bilamana disalahgunakan asas kemanfaatannya dan disebarkan dalam bentuk karya jurnalistik pada lembaga/perusahaan Pers, atau media yang tidak jelas keredaksiannya.

Hal ini melihat, bahwa keberadaan media siber di Indonesia yang meski merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers, namun tentunya harus mengikuti kaedah – kaedah penulisan jurnalistik agar meski mengkritisi namun menyejukan, dan menjaga keberimbangan suatu karya jurnalistik tersebut sebelum dipublikasikan.

Sehingga sangat sependapat mendukung Ketua PWI Papua Barat, untuk melihat dan mengontrol jalannya dinamika kehidupan pers yang sehat di papua barat.

Tujuannya tentu, agar sebuah media siber mampu memiliki karakter khusus serta patut dilandasi pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. [TIM/RED]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *