Tepis Tudingan Ada Aktivitas PETI, Ini Penuturuan Masyarakat Adat di Distrik Masni Soal Pertambangan Rakyat
Video Permintaan Masyarakat Adat di Distrik Masni Soal Pertambangan Rakyat :
MANOKWARI, gardapapua.com — Sekelompok Pemilik Hak Ulayat di wilayah Waserawi, Warmumi, Waramui, Distrik Masni, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, menepis tudingan bahwa adanya aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di kawasan tersebut.
Dalam rilis yang diterima redaksi ini, senin (18/9) Masyarakat setempat yang diwakili oleh Perwakilan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Markus Wam, didampingi Nataniel Waramoi, salah satu kepala suku pemilik Hak Ulayat mengatakan, bahwa informasi tersebut tidak benar, kalaupun ada aktivitas penambangan emas secara ilegal dan menggunakan zat – zat kimia di lokasi tersebut, maka bukanlah dari pihak mereka.
Adapun yang benar, bahwa selama ini Kelompok masyarakat lokal setempat dalam melakukan aktivitas penambangan emas adalah berdasarkan aturan dan wadah dalam konsep Penambangan Rakyat (PR).
Menurut Masyarakat setempat, bahwa Aktivitas pertambangan rakyat sejak dijalankan 3 tahun terakhir adalah sebagai salah satu sumber penghidupan bagi komunitas masyarakat pemilik ulayat setempat, yang pada umumnya dilakukan dalam skala yang relatif kecil dengan pelibatan pengetahuan dan dukungan alat – alat kerja yang relatif minim.
Hal ini diklaim masyarakat, telah dijalankan, dalam kerangka regulasi di negara Indonesia berkaitan pertambangan rakyat yang telah diatur melalui UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Regulasi ini mengatur tentang operasionalisasi aktivitas pertambangan rakyat.
“Kami koperasi ada tiga, meynokei yoke sisa, wasirawi mandiri, dan jasa putra manted mandiri. Ini semua sudah berjalan baik sekitar 3 tahun terakhir dalam wadah koperasi,”Ucap Seblon Mandacan.
Menurut Seblon, Pemilik Hak Ulayat dan Masyarakat adat yang tergabung dalam wadah Koperasi Jasa Putra Manted Mandiri telah berhasil memanfaatkan sebagian dari hasil penjualan emas yang mereka dapatkan untuk membantu membiayai dan mendukung pengembangan pembangunan di Distrik Masni, Kabupaten Manokwari, Papua Barat.
Menurut Seblon Mandacan, tentu sikap tersebut adalah komitmen untuk mengimplementasikan visi – misi koperasi bahwa selain mampu mengelola sumber daya alam secara swadaya, hasilnya juga dapat bermanfaat bagi masyarakat diwilayah Masni.
Senada, Markus Wam, Perwakilan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) menyebutkan, bahwasannya, apa yang dilakukan oleh pihaknya adalah konsep perputaran ekonomis dalam rantai produksi dan perdagangan komoditas untuk mengelola hasil tambang sebagai bentuk anugerah TUHAN guna menghidupi banyak kelompok masyarakat mulai dari para pekerja atau penambang di Wilayah Adat di distrik Masni.
Meski tak dipungkiri, kondisi inilah yang melahirkan ketergantungan ekonomi masyarakat terhadap aktivitas yang memang perlu mendapat perhatian serius, mengingat secara pragmatis aktivitas ini menghasilkan nilai ekonomis yang terbilang cukup tinggi, serta kerugian yang juga begitu besar bilamana adanya upaya paksa penertiban sepihak yang dilakukan pemerintah dengan mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012, tentang hutan adat bukan tergolong hutan negara. Serta sama halnya dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, yang juga memberikan ruang bagi pengakuan terhadap masyarakat hukum adat, untuk menguasai, mengatur, mengelola dan memanfaatkan ruang hidup atau wilayah adatnya beserta segala sumber daya alam yang ada di dalamnya.
“Apa yang kami lakukan adalah hak kami diatas tanah hak ulayat kami. Jadi siapapun, apalagi orang dari luar wilayah Manokwari, jangan datang untuk saling memprovokasi kami. Kami paham apa yang kami lakukan dan kerjakan karena kami punya wadah Koperasi Rakyat itu. Sehingga ini kami punya hak,”Ujar Markus Wam.
“Kami punya potensi alam ini harus jalan dengan baik. Kemudian para pengusaha yang telah bekerja sama dengan kami pemilik Hak ulayat tolong kerja diatas lahan yang telah ditunjuk dan disepakati, serta tidak boleh menggunakan zat – zat kimia merusak alam. Mari kita kerja sama dengan baik, agar hasil alam ini bisa dikelola secara swadaya masyarakat, dan mensejahterakan kita Masyarakat Pemilik Hak Ulayat, dan juga para pekerja sektor pertambangan ini,”Paparnya menambahkan.
Sementara itu, Nataniel Waramoi salah satu Kepala suku setempat juga menuturkan, bahwa pihaknya menolak tudingan beberapa informasi yang beredar dan mengaitkan keberadaan pekerja asing yang masuk dan beroperasi diwilayah adat atau Ulayat milik mereka. Hal ini ditegaskan kembali olehnya, guna mengklarifikasi kembali adanya upaya manipulasi dari pihak – pihak tertentu mengatasnamakan Masyarakat Adat, Pemilik Hak Ulayat setempat.
“Tidak ada pekerja asing diatas. Yang bekerja adalah pekerja lokal dan Masyarakat adat, tolong agar Hak kita jangan diganggu. Kami tidak datang minta kerja diatas lahan adat atau hak ulayat tanah orang lain,”Ujarnya.
Terpisah, Kepala Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I Non-TPI Manokwari Iman Teguh Adianto mengatakan, bahwa sejauh ini belum ada ditemukannya kasus penyelundupan tenaga kerja asing di lokasi – lokasi kerja pertambangan emas diwilayah Manokwari, Papua Barat.
Demikian hal itu berdasarkan laporan yang diterimanya dari Tim Pengawasan Orang Asing (TIMPORA) Papua Barat, selama melaksanakan tugas dan fungsi pemantauannya di Wilayah Papua Barat.
Timpora sendiri, merupakan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
“Sampai saat ini kami belum menemukan yah, kami pun punya tim pengawasan orang asing (Pora) yang juga berkolaborasi dengan Disnaker, Dukcapil dan bahkan Polri, sampai saat ini kita belum mendapatkan kasus ini secara langsung dilapangan,”Ujar Iman Teguh. [TIM/RED]