DaerahGarda KaimanaPolitik

Disuruh Keluar, Saksi Paslon Nomor Urut 01 Ajukan Keberatan

KAIMANA, gardapapua.com — Kisruh perdebatan antar saksi terjadi di gedung serbaguna GPI Rehobot yang digunakan PPD Distrik Kaimana sebagai tempat pleno Rekapitulasi hasil perhitungan surat suara pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kaimana tingkat Distrik Kaimana.

Hal itu terjadi saat dari kedua saksi yang berasal dari pasangan calon (paslon) nomor urut 01 ini diminta dikeluarkan, karena ada keberatan dari pasangan nomor urut 02, dikarenakan sesuai dengan kesepakatan bersama sehingga hanya boleh yang ada di ruangan adalah dua orang saksi.

Sebelum pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat Distrik dilakukan oleh PPD Distrik Kaimana, Ketua dan Anggota PPD terlebih dahulu membacakan tata tertib, yang harus dan meminta tanggapan dari saksi masing masing Paslon terkait tatatertib dimaksud, namun dari saksi Paslon kebaratan dengan dilakukan sistem pleno pararel dengan alasan undangan baru diterima pada pukul 09:00 WIT, sehingga dengan waktu yang dirasa tidak cukup belum bisa membekali saksi yang akan dimandatkan untuk mengikuti pleno sistem pararel sebagaimana aturan.

Yohanes Sony, selaku saksi mandat dari pasangan nomor urut 01, mengaku sangat kecewa, karena Pihak PPD tidak konsisten dengan aturan yang ada Rekapitulasi di tingkat PPD sedianya dilakukan dalam Sistem 2 Panel.

“Ketika kami dari Saksi Paslon No urut 01 datang dengang 4 org saksi karena kami sudah memahami aturan yg dikeluarkan oleh KPU, Tapi karena ketidaksiapan saksi dari Paslon nomor urut 02, maka PPD membuat sistem 1 Panel sehingga kami dibolehkan hanya masuk 2 orang saksi saja, kami pada prinsipnya kami sudah mengikutinya,terus tiba tiba ada keberatan dari Tim Paslon nomor urut 02 yang keberatan kalau kami berada di dalam ruangan, sehingga PPD menyuruh kami untuk keluar dan tinggalkan ruangan, ini yang saya katakan PPD tidak konsisten dengan aturan, dan sudah disepakati secara bersama tadi, inikan aneh,”Kesalnya

Selain itu, dirinya juga mempertanyakan tidak bisa mendokumentasi gambar, baik mengambil gambar video dan foto yang dilakukan oleh pihaknya.

“Inikan dikatakan pleno terbuka, harusnya semua terbuka untuk bisa diketahui oleh publik, karena ini pesta rakyat dan plenopun harus terbuka dan harus terbuka, kalau seperti ini tutup saja pintu biar pleno ini tertupkan, okelah dengan situasi Covid 19 kita maklumi jumlah peserta, tetapi ini malah lain, video pun tidak boleh, kamipun disuruh keluar,”Ungkapnya

Untuk itu, dia berharap agar agar penyelengara pemilu baik ditingkat kabupaten hingga tingkat distrik, untuk bersikap independen, dan tetap berjalan pada regulasi yang telah ada.

” Artinya kalau pleno itu undang undangan mengatakan terbuka ya terbuka, jangan terus sudah ada kesepakatan secara bersama, turus tiba – tiba berubah pikiran lagi menganulir kesepakatan bersama,”Tukasnya. [TIM/RED]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *