DaerahGarda Teluk BintuniNasionalPolitikSudut PandangUncategorized

Menakar Komitmen Petahana, “Hanura” Habis Manis, Sepah di Buang

“ 2015 Ibarat Malaikat Penyelamat, 2019 Tinggal Kenangan, Pilkada 2020 Harapan Baru ?? ”

 

MANOKWARI, gardapapua.com — Dalam sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada), selain seseorang dapat berkompetisi melalui jalur perseorangan (independent), cara lainnya calon kandidat untuk dapat berkompetisi, adalah didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh paling sedikit 20% dari total kursi DPRD atau 25% dari total suara sah pada pemilu terakhir di daerah bersangkutan (vide pasal 40 UU Pilkada 1/2015). Konsekuensinya, akan terjadi kerjasama politik antara 2 pihak yaitu sang pasangan calon dan partai politik pengusungnya. Secara teori, semakin besar dukungan partai politik maka semakin besar kans calon menjuarai kompetisi bahkan pada tingkat paling ekstrim calon dapat menggalang dukungan dari seluruh partai pemilik kursi legislatif DPRD dan maju melawan kotak kosong.

Di atas kertas kerjasama politik antara partai dengan pasangan calon (paslon) didasari dengan kesamaan pandangan dalam hal perjuangan politik untuk memajukan daerah dan mencapai kesejahteraan rakyat di daerah.

Serangkaian prosedur dan dokumen administratif pun ditandatangani, sebagai bukti komitmen dan kesungguhan partai politik dan pasangan calon untuk memperjuangkan pencapian kesejahteraan rakyat sebagai ujung dari perjuangan politik, setidaknya itulah panggung depan politik yang dimainkan para politisi dan dapat disaksikan langsung oleh publik, namun di panggung belakang tentu tidak sesederhana itu.

Partai politik punya kewenangan untuk mencalonkan, baik sendiri maupun dengan membangun koalisi parpol. Kewenangan ini menempatkan parpol begitu superior, sepanjang memiliki kursi di legislatif daerah maka para bakal calon akan berbondong-bondong memikat hati para pimpinan parpol. Serangkaian syarat pun diberikan kepada yang berminat diusung dalam Pilkada, ada “transaksi politik” antara bakal calon dengan parpol, tentu dengan sejumlah “mahar”, “mahar” dalam konteks ini tidak selalu berarti materi atau uang, hari-hari belakangan parpol seperti kompak mengkampanyekan politik tanpa mahar dalam pencalonan Pilkada, anggaplah kita mengamini narasi tersebut namun jika tanpa mahar lantas apa penggantinya. Berdasarkan penalaran yang wajar, sulit menerima bahwa parpol akan begitu saja tanpa mahar mengusung paslon, ada mahar lain yang berkaitan langsung dengan kepentingan parpol di daerah.

Kepentingan politik partai tidak saja dimainkan di Senayan, setiap partai politik pasti ingin mendominasi, menancapkan kukunya di daerah-daerah dan Pilkada adalah jalan pembukanya. Inilah mahar pengganti dari narasi “politik tanpa mahar tadi”, sejauh mana komitmen paslon untuk mengakomodir kepentingan politik partai di daerahnya setelah terpilih, itulah faktor paling menentukan kepada siapa dukungan parpol akan diberikan. Namun sekali lagi ini terjadi di panggung belakang, dipanggung depan public akan disuguhkan dengan gimik dan narasi bahwa pasangan calon dan parpol telah memiliki kesamaan pandangan, paslon merupakan figure yang paling layak untuk diusung, dll.

Sedikit mundur kebelakang, di tahun 2015 pada nuansa pilkada yang lalu, Ir. Petrus Kasihiw, MT yang saat itu berstatus bakal Calon Bupati nyaris tak bisa ikut berlaga pada Pilkada Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat andai Partai Hanura tidak memberi dukungan. Petrus Kasihiw atau Piet sapaan akrabnya, saat itu baru memperoleh dukungan dari partai Nasdem (3 kursi) yang tentu belum cukup untuk syarat minimal 4 kursi dengan kondisi parpol lain telah memberikan dukungan kepada paslonnya masing-masing, pasca perhelatan pemilukada Teluk Bintuni medio 2015 silam.

Disela – sela itu, keajaiban datang di menit-menit terakhir dengan “pertolongan” dari Partai Hanura. Disebut sebagai malaikat penyelamat bagi paslon yang dikenal dengan sebutan tim PMK2. Berbekal dukungan dari dua partai itu, Petrus Kasihiw akhirnya memenangi Pilkada berpasangan dengan Matret Kokop.

Dari dua partai pengusung, sang bupati akhirnya memilih menjadi kader dan ketua partai Nasdem di Teluk Bintuni. Partai satunya, ditinggalkan. habis manis sepah dibuang, mungkin pilihan kata yang tidak mengenakkan hati tapi kurang lebih begitulah adanya sesuai fakta. Riwayat partai hanura yang dulu mengulurkan tangan kepada sang bupati, berakhir di perhelatan pemilu April 2019.

Nasdem yang dulu berstatus partai menengah (middle) di Bintuni bertransformasi menjadi partai penguasa. Betapa tidak, dengan nahkoda baru yang sekaligus kepala daerah, perolehan 3 kursi pada pemilu 2014 naik 100% hampir 3 kali lipat menjadi 7 kursi pada pemilu 2019, palu sidang pun, simbol penguasaan partai di legislatif menjadi milik partai nasdem. Nasib tragis dialami partai hanura, tak satupun kursi diperoleh partai ini, jika Nasdem berakselarasi dengan kenaikan 100%, hanura justru kehilangan 100% kursinya.

Janji suci ketika mengusung sang Bupati ternyata tak semanis ekspektasi, padahal sekali lagi jika Hanura tidak hadir sebagai penyelamat tak mungkin sang Bupati bisa duduk di singgasana kekuasaan.

Kini sang bupati kembali akan berlaga dengan menyandang status petahana. Dengan perolehan kursi nasdem (7 kursi) sudah lebih dari cukup menjadi tiket berlaga pada pilkada yang baru akan kick off 16 Juni mendatang. Sang bupati ternyata merasa kurang confidence jika hanya berbekal satu partai. bahkan sang bupati berhasrat memborong seluruh partai pemilik kursi (seat) di DPRD Teluk Bintuni.

Kisahnya berbeda dengan 5 tahun lalu, sang Bupati tak perlu lagi menggoda partai hanura yang kini non seat. Sang Bupati justru main mata dengan Partai golkar, partai yang mengusung paslon lain pada Pilkada 2015, caranya? membangun narasi bahwa wakilnya punya andil mengkampanyekan partai golkar sehinga partai golkar finish di urutan kedua dengan perolehan 5 kursi. Aneh memang, mengingat partai yang berjasa adalah hanura bukan golkar tapi sang Bupati tidak butuh lagi dengan hanura dan yang perlu dilobi adalah golkar dan partai partai seat yang lain. Layak ditunggu, apakah partai-partai terbuai dengan rayuan sang bupati yang komitmen politiknya dapat diukur dengan kondisi partai hanura di bintuni, ataukah memang pimpinan parpol di pusat tak begitu peduli dengan situasi politik di daerah, dan memilih opsi politik dengan mahar.

Belum lama ini, Ketua DPD tingkat I Golkar Papua Barat, Mozes Rudi Timisela, secara tegas mengatakan, bahwa partai Golkar Papua Barat, bukanlah partai yang menancapkan kekuasaan materialistis.

Hal ini, menepis tudingan bahwa menjelang pemilihan kepala daerah serentak (Pilkada) tahun 2020 mendatang, Partai Golkar mudah dipinang, untuk mendampingi kepentingan politik segelintir oknum tertentu.

“Jadi tegas saya katakan, kalau ada yang mengatakan bahwa Golkar bisa dibeli, maaf kami tidak menjual, dan kami tidak bisa dibeli. Kami ingin cari kader terbaik dalam Pemilukada 2020 nanti,” tegas Ketua DPD Golkar Papua Barat, Mozes Rudi Timisela.

Menurut Rudy, pihaknya kini telah melakukan perhitungan politik guna mengukur berdasarkan survei kepentingan Partai Golkar. Apakah turut terakomodasi dengan baik atau sebaliknya. Ini dimaksudkan, agar dalam kekuasaan secara kepartaian perpolitikan, sudah tentu harus mengandung unsur keberpihakan yang harus bermuara pada kesejahteraan rakyat.

Ketua DPD Golkar Papua Barat, Mozes Rudi Timisela, secara tegas mengatakan, bahwa partai Golkar Papua Barat, bukanlah partai yang menancapkan kekuasaan materialistis.

Hal ini, menepis tudingan bahwa menjelang pemilihan kepada daerah serentak (Pilkada) tahun 2020 mendatang, Partai Golkar tidak mudah dipinang, untuk mendampingi kepentingan politik segelintir oknum tertentu.

“Jadi tegas saya katakan, kalau ada yang mengatakan bahwa Golkar bisa dibeli, maaf kami tidak menjual, dan kami tidak bisa dibeli. Kami ingin cari kader terbaik dalam Pemilukada 2020 nanti,” tegas Ketua DPD Golkar Papua Barat, Mozes Rudi Timisela.

Menurut Rudy, pihaknya kini telah melakukan perhitungan politik guna mengukur berdasarkan survei kepentingan Partai Golkar. Apakah turut terakomodasi dengan baik atau sebaliknya. Ini dimaksudkan, agar dalam kekuasaan secara kepartaian perpolitikan, sudah tentu harus mengandung unsur keberpihakan yang harus bermuara pada kesejahteraan rakyat.

“Jadi kalau ada anggapan Golkar itu bisa dibeli, maaf kami tidak menjualnya, tetapi kami menggunakan tools (alat) pengukur perhitungan politik menghadapi segala kemungkinan menjelang dan selama prosesi politik pemilukada 2020 mendatang,” cetus Rudy.

Ini ditegaskan, karena tentunya setiap perjuangan yang telah dijalankan dan dilakukan setiap kader Golkar, baik ketua dan pengurus disetiap daerah sejak rangkaian tahapan dan Pemilihan Legislatif (Pileg 2019,red) beberapa waktu lalu, tentunya adalah hal yang mutlak, agar kader tersebut patut diberikan apresiasi pada pesta demokrasi pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) tahun 2020 mendatang.

” Jadi saya tegaskan kami golkar baik dari tingkat DPD sampai pada DPP Golkar tidak menjual kursi yang kita peroleh dengan berdarah-darah dibawah,”Tegasnya

Hal senada dikuatkan melalui pernyataan salah satu kader pengurus Golkar tingkat DPD II Kabupaten Teluk Bintuni, Bahamudin K. Refideso yang juga selaku Ketua AMPG Teluk Bintuni.

Kahar sapaan akrabnya menilai meski isu – isu yang sempat dimainkan untuk mencari perhatian Partai Golkar misalnya tidaklah semudah itu. Sebab, marwah partai Golkar tidak bisa dipertaruhkan sepihak.

“Sederhananya begini, beliau pak matret itu bukan kader atau pengurus aktif Golkar. Sekalipun mungkin sempat kemarin itu tersirat isu demikian, namun tetap semua harus tunduk sesuai instruksi partai,”Ucapnya

“Intinya jurus yang dibuat ke Hanura dulu pada pilkada 2015, jangan dibawa ke situasi Pilkada tahun 2020 ini, tidak ada parpol yang semudah itu mau percayai lagi,”Cetusnya mengingatkan.

Keluh Kesah Partai Hanura :

” Hanura ini partai penyelamat saat tim Paslon PMK2 saat tahun 2015 lalu,”Ucap Singkat, Jhon Dimara, SH, Selasa, (25/2/2020) malam membuka diskusi singkat.

Jhon Dimara, mengenang saat itu. Mantan Sekretaris DPD Partai Hanura Papua Barat, lalu menceritakan kisah balik apa yang diharapkan para simpatisannya saat itu untuk menjadi salah satu partai yang besar setingkat DPC, DPD tingkat II partai – partai lainnya jauh dari harapan.

” Saya waktu itu menjabat sebagai sekretaris dalam proses Muscab waktu itu usai pilkada tahun 2015. Dan moment saat itu saya sempat berjumpa dengan beliau Bupati Ir. Petrus Kasihiw,MT dan ini pernyataan dari mulut beliau sendiri bahwa Partai Hanura ini adalah partai Penyelamat bagi dia. Saat itu saya berjumpa beliau diruang kerjanya,”Ungkapnya

Berdasarkan itulah, menurut Jhon Dimara, ikhtiar yang baik itu pada Pileg 2019 kemarin, semestinya beliau Piet mengingat arti kata ‘Penyelamat’ ini.

” Dulunya kami disebut partai penyelamat, dan kami saat itu Hanura punya satu kursi, namun pada Pileg 2019 kami malah menjadi partai non sheat,”Paparnya

Sebagai pengurus DPW tingkat wilayah papua barat menilai terjemahan ‘Penyelamat’ itu sungguh tidak lagi menjadi sebuah harapan partai hanura. Namun demikian tidak mengurangi dan mematahkan semangat seluruh Kader Partai Hanura khususnya pada tingkat DPC Teluk Bintuni.

” Partai Hanura meski sekarang kami sementara tidak lagi memiliki kursi di parlemen DPRD, namun perlu diketahui bahwa hirarki kepengurusan ranting DPC Hanura ini merata sampai di tingkat pelosok, Distrik sampai kampung, basis kami jelas,”Tegas Jhon.

Senada akan hal ini, Ketua DPC Partai Hanura, Pius Nafurbenan turut memberikan komentar keluhnya.

Menurutnya, bahasa penyelamat tidak lagi tersematkan untuknya dan para kader serta simpatisannya khususnya pada tingkat DPC Hanura Teluk Bintuni.

” Yang sudah pasti kami tidak akan lagi dengan kandidat lama, karena sudah menciderai marwah partai kami didepan publik, masyarakat, dan simpatisan kami di Bintuni bahkan pimpinan kami ditingkat pusat,”Tegas Pius

Meski hanya partai non sheat di Teluk Bintuni. Namun pada perhelatan pemilukada tahun 2020 ini, Partai Hanura disebutkan akan merapatkan barisan kepada kandidat paslon yang lain, namun tentu sesudah mendengar Visi dan Misi para kandidat Bakal Calon Bupati – Wabup tersebut, dan juga berdasarkan hasil keputusan bersama keluarga besar DPC Hanura Bintuni.

” Kami Hanura Bintuni sudah dikecewakan baik secara partai dan juga secara kekeluargaan. Hanura dikecewakan oleh seorang Bupati Piet. Jadi untuk tahun 2020, terus terang saja saya selaku ketua DPC Teluk Bintuni Partai Hanura tidak lagi mendukung beliau untuk PMK2 Jilid II ini,”Tekadnya. [TIM/RED]

 

 

Rubrik : #Sudut pandang #Politik #Nasional #Garda Teluk Bintuni

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *