Pisang Raksasa Endemik Papua di Pegunungan Arfak Provinsi Papua Barat
MANOKWARI, gardapapua.com — Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki kekayaan flora dan fauna yang sangat tinggi. Papua (New Guinea) merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki keanekaragaman jenis fora dan fauna yang tinggi. Para ahli memperkirakaran jumlah flora di New Guinea adalah 9.000-25.000 jenis. Namun berdasarkan penelitian terbaru, diketahui bahwa jumlah flora atau tumbuhan vaskuler di New Guinea adalah 13.634 jenis dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan Mandagaskar yang memiliki 11.488 jenis flora (Cámara-Leret R. et al, 2020).
Salah satu tumbuhan yang unik dan bersifat endemik adalah pisang raksasa (Musa Ingens N.W.Simmonds). Pisang raksasa ini dikatakan endemik karena hanya ditemukan di daerah dataran tinggi New Guinea (Papua dan PNG). Pisang raksasa ini, pertama kali dikoleksi sebagai spesimen oleh Womersley, J.S dan Simmonds N.W. pada tanggal 22 Desember Tahun 1954 di daerah Aiyura, Eastern Highlands New Guinea (sekarang PNG) dan disimpan sebagai spirit colection pada Herbarium Kew Inggris. Status konservasi pisang raksasa menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature) Tahun 2023 adalah LC (Least Concern).
Berdasarkan taksonomi tumbuhan, klasifikasi pisang raksasa adalah sebagai berikut, Taksonomi Pisang Raksasa di New Guinea :
Kingdom : Plantae
Devisi : Tracheophyta
Klas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa L.
Spesies : Musa Ingens N.W.Simmonds
Nama Indonesia : Pisang raksasa
Nama in English : Giant Highland Banana
Umumnya pohon pisang raksasa ini tumbuh di hutan sekunder/hutan bekas kebun dan kiri kanan jalan dengan tanah bersubstrat/solum tanah dalam (dengan perbandingan kondisi tanah umumnya di Manokwari yang bersolum dangkal di atas karang). Jenis pisang ini tumbuh bergerombol atau terpisah dan umumnya berasosiasi dengan jenis Lithocarpus rufovillosus, Musa arfakiana, Musa balbisina, Dodonaea viscosa, Piper umbellatum dan Alphitonia macrocarpa.
Secara morfologis, diameter pohon yang dijumpai di lapangan mencapai + 70 cm dengan tinggi 15-20 m. Namun berdasarkan wawancara dengan masyarakat diameter pohon bisa mencapai 1-1,5 m dengan tinggi mencapai + 25 m bahkan lebih. Daun berbentuk daun pisang pada umumnya dengan ukuran yang lebih besar yakni lebar mencapai + 1 m dan panjang mencapai + 6 m. Buah memiliki ukuran diameter mencapai + 4-6 cm dan panjang mencapai + 10-15 cm. Ukuran tandan seperti pohon pisang pada umumnya dengan diameter + 35-50 cm, panjang + 70-80 cm. Warna kulit buah hijau saat muda dan kekuningan saat masak. Buah pisang ini memiliki biji yang cukup banyak dengan ukuran biji yang lebih besar atau sama dari pisang pada umumnya.
Hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa buah pisang ini tidak dikonsumsi masyarakat setempat ataupun dikonsumsi secara terbatas dengan alasan memiliki biji yang banyak. Masyarakat menggunakan daun pisang untuk atap rumah darurat (pondok) di hutan, alas duduk dan alas makanan. Sedangkan pelepah digunakan untuk menyimpan hasil buruan atau hasil kebun.
Menurut Plt. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat Bpk. Jimmy W. Susanto, S.Hut., MP., genus Musa L. (pisang dalam bahasa Indonesia dan banana dalam bahasa Inggris) ada 17 jenis di Pulau New Guinea (Papua dan PNG) dari 130 jenis yang ditemukan di dunia. Pisang raksasa tersebut di Papua Barat hanya terdapat di Cagar Alam Pegunungan Arfak (Kabupaten Pegunungan Arfak) dan Cagar Alam Pegunungan Fakfak Tengah (Kabupaten Fakfak). Selain itu, pisang raksasa juga ditemukan pada kawasan hutan produksi yang terletak antara Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Kaimana.
Selain di Provinsi Papua Barat, pisang raksasa di Papua juga ditemukan di Provinsi Papua yaitu di Cagar Alam Yapen Tengah Kabupaten Kepulauan Yapen. Pisang raksasa merupakan sumberdaya genetik flora yang harus dijaga dan dipertahankan pada habitat alaminya sehingga pisang raksasa tersebut tidak punah, baik secara ekologi maupun global.
Salah satu strategi adalah dengan tetap menjaga dan mempertahankan kawasan konservasi dan melakukan penyuluhan kepada masyarakat agar masyarakat dapat mengetahui dan memahami tentang kekayaan flora yang ada disekitar lingkungan tempat mereka tinggal dan bermukim. (Penulis : Krisma Lekitoo)