Aspirasi RakyatDaerahGarda Teluk BintuniSudut PandangUncategorized

Diduga Ada Tebang Pilih Pengurangan Karyawan di LNG Tangguh, Pemda dan DPRD Bintuni Tutup Mata ??

TELUK BINTUNI, gardapapua.com — Diduga adannya pengurangan karyawan hingga bakal berujung pemutusan hubungan kerja (PHK) kontrak kerja sepihak yang dilakukan pihak perusahaan LNG Tangguh.

Belum diketahui jelas apa penyebab dilakukan pengurangan karyawan, dimana berdasarkan informasi hal ini menimpa kepada para anak – anak tujuh suku Teluk Bintuni.

Namun diduga atas asas alasan karena dampak pandemi Corona Virus Disease (Covid19).

Berdasarkan informasi keluhan yang dilantunkan oleh salah karyawan binaan petrotechno berinsial SY, pemuda asal Aroba baru – baru ini menuturkan, bahwa apa yang dilakukan pihak perusahan ditengah wabah covid19 dengan melakukan tindakan pengurangan karyawan yang sebagaian besar merupakan karyawan anak – anak asli tujuh suku Teluk Bintuni sangat di sayangkan.

” Pengurangan berujung dipulangkan kami tidak sesuai dengan kontrak kerja yang belum berakhir. Begitu dipulangkan tidak bertanggung jawab, kami akan tuntut ini ke perusahaan, apalagi ini ditengah wabah covid19,”Ujarnya

Keluhan Penyampaian Aspirasi

Sementara itu, salah satu pemuda intelektual asal bintuni, yang gencar dengan gerakan literasi membaca, Darius Susure, menilai bahwa hal ini sungguh sangat disayangkan.

” Jikalau hal ini menimpa saudara – Saudara Kami tujuh suku, meskinya Pemda jangan tutup mata. DPRD juga harus melakukan kontrol monitoring kedalam. sebagai mahasiswa, kami akan melakukan aksi untuk menyuarakan apa yang menjadi hak – hak kami tujuh suku asli di bintuni, karena LNG hadir untuk mensejahterakan masyarakat, sehingga Pemda bintuni harusnya bisa membangun sinergitas pemberdayaan masyarakat tujuh suku ini dengan baik,”Terang Darius Susure

Terpisah, saat dikonfirmasi salah satu perwakilan anggota DPRD Teluk Bintuni dari dapil II, Ayor Kosepa, Rabu (17/6/2020) membenarkan apa yang tengah menjadi keluhan beberapa pekerja yang diduga merupakan karyawan terkena dampak pengurangan yang dilakukan tersebut.

Dia lalu menepis tudingan, bahwa DPRD tutup mata dan tak melihat apa yang sedang terjadi ditengah masyarakat.

Menurut Ayor, bahwa selaku anggota DPRD yang dikirim rakyat mewakili daerah pemilihan (Dapil) II, dia tetap akan komitmen mengawal segala bentuk persoalan yang terjadi ditengah masyarakat.

” Jadi benar untuk informasi ini saya sudah dengar juga. Dan saya lagi tunggu anak – anak yang kena dampak pengurangan atau putus kontrak sepihak ini untuk kasi data lengkap kesaya, supaya meraka subkonnya dari mana – mana saja, agar kita tau persis duduk pokok persoalannya, dan kita kawal baik aspirasi mereka,”Ujar Ayor Kosepa.

Menurut dia, Pemerintah harus menindak kasus dugaan pengurangan atau dugaan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan secara sepihak oleh perusahaan, jika sampai benar terjadi, apalagi jikalau menimpa anak – anak asli tujuh suku Teluk Bintuni.

Sebab, pada hakekatnya, telah mematikan unsur tindakan pemberdayaan anak – anak tujuh suku teluk bintuni, yang merupakan harapan negeri sisar matiti.

“Terutama jika tindakan secara sepihak yang dialami oleh buruh tanpa memberikan uang pesangon yang sesuai dengan UU Ketenagakerjaan,”Tegas Ayor

Ia mengatakan, jika PHK dilakukan secara sepihak maka bisa dikatakan bahwa apakah perusahaan tersebut tidak dalam kondisi yang baik karena tindakan pengurangan karyawan atau apapun yang berujung PHK harus ada alurnya.

“Prosedur PHK sudah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jadi kalau ada perusahaan langsung PHK, tugas Pemerintah untuk menertibkannya, kalau perlu memanggil dan menjatuhkan sanksi,”Tukasnya

Sembari menghimbau, agar kepada Pemerintah daerah kabupaten Teluk Bintuni juga harus melakukan pendataan khusus kepada kelompok masyarakat rentan yang ekonominya terdampak akibat perusahaan – perusahaan yang melakukan pengurangan karyawan atau, dirumahkan tanpa pesangon, maupun hilang pendapatannya karena tidak bisa bekerja.

“Terutama jika kelompok masyarakat tersebut belum terdata dalam Program Keluarga Harapan (PKH) maupun bantuan sosial lainnya,”Tutup Ayor Kosepa menegaskan. [TIM/RED]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *