Kebijakan Pengetatan Mobilitas Masyarakat di Papua Barat Daya pasca ‘Mudik’ perlu diatur segera
SORONG, gardapapua.com — Anggota DPD – RI terpilih dari Papua Barat Daya (PBD) Paul Finsen Mayor, S.IP.,CM.NNLP, mengharapkan agar pemerintah Provinsi Papua Barat Daya (PBD) dan pemerintah kota sorong perlu segera mengetatkan atau melakukan tindakan pembatasan mobilitas masyarakat selama masa liburan (mudik) dan pasca liburan.
Berdasarkan kajian yang perlu dilakukan bahwa kebijakan tentang kependudukan berupa Pembentukan Perdasi/Peraturan Daerah Kota Sorong sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Juga sesuai dengan amanat PP No 106 tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Dimana tujuan dan arah kebijakan harus dipegang secara konsisten, tetapi strategi dan manajemen lapangan harus dinamis menyesuaikan permasalahan dan tantangan yang kini terjadi di tengah Masyarakat.
“Kita lihat bahwa akhir – akhir ini banyak orang dari luar Papua masuk ke wilayah – wilayah papua dengan metode ‘Mudik’ padahal memacu urbanisasi dan migrasi. Sisi lainnya juga bisa berdampak negatif yang memacu peningkatan urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk dari kampung atau desa ke berbagai kota di Indonesia, salah satunya tanah Papua, Provinsi Papua Barat Daya (PBD) Kota sorong,”Ucap Paul Mayor.
Walau sebenarnya peristiwa urbanisasi dan migrasi adalah sesuatu yang lumrah dalam kehidupan modern serta merupakan hak asasi setiap orang yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dan undang untuk melakukan sesuai yang diinginkan, namun tentu perlu adanya kebijakan dan kepatutan terhadap hukum dan budaya disuatu daerah perlu ditingkatkan.
Hal ini sebagai bentuk menghargai keistimewaan sebuah daerah (kekhususan,red) berupa pelaksanaan kehidupan beragama, adat, dan pendidikan, serta hak mendapatkan pekerjaan disuatu daerah.
Demikian menurut Paul, bahwa langkah Pertama perlunya sebuah sistem Informasi Administrasi Kependudukan Khusus Orang Asli Papua (OAP).
Dalam rangka pengaturan pengendalian kependudukan maka selain E-KTP, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya harus melakukan kewenangan pengaturan Administrasi kependudukan bagi penduduk sementara bagi orang orang yang datang ke Papua Barat Daya (PBD) seperti yang berlaku di D.I Yogyakarta dan beberapa daerah lainnya di Indonesia.
“Jadi ketika orang pindah penduduk kesini tidak serta merta langsung bisa memiliki KTP Papua Barat Daya (PBD). Kalaupun bisa mendapatkan, namun penggunaannya tidak langsung bisa diterima untuk memenuhi beberapa persyaratan atau kriteria dari sejumlah peluang kerja di daerah seperti misalnya penerimaan CPNS, TNI/Polri, dan beberapa lainnya yang wajib mengutamakan anak – anak asli papua terlebih dahulu. Sebagaimana kita tahu bahwa Dana Otonomi Khusus ditujukan terutama untuk meningkatkan kesejahteraan OAP, dengan lebih memberikan perhatian khusus pada daerah, untuk itu perlu sebuah regulasi yang tepat dan tegas,”Imbuh Paul Mayor.
Menurut Paul, bahwa Pengangguran masih menjadi salah satu permasalahan di atas tanah papua, salah satunya di Provinsi Papua Barat Daya (PBD) yang penting untuk diperhatikan. Oleh karenanya, pemerintah pusat mohon agar dapat membantu Pemerintah Daerah di seluruh tanah papua, terus berupaya untuk menemukan cara mengatasi pengangguran ini dengan baik juga.
Seperti diketahui, bahwa harus adanya Adminitrasi Kependudukan Khusus bagi Orang Asli Papua (OAP) dengan E-KTP OAP sebagai Identitas kependudukan bagi Orang Asli Papua (OAP) sesuai Data Sistem Informasi Administrasi Kependudukan, adalah untuk kepentingan Pendataan dan Pemberdayaan Orang Asli Papua dan untuk keperluan pembangunan dan mempermudah pelayanan dengan Dana Otonomi Khusus Papua di Papua Barat Daya.
Kedua, Pendataan Penduduk Orang Asli Papua harus dimulai bertingkat di masing-masing wilayah adat, melalui Kepala-Kepala Distrik.
Ketiga, Verifikasi dan Validasi Data kependudukan. Pemutahiran data dilakukan setelah dilakukan pendataan penduduk dilakukan oleh Distrik, pemutahiran data dilakukan oleh Kabupaten/Kota dan Provinsi melalui Dinas yang menangani Kependudukan.
Keempat, Pengendalian Penduduk. Upaya menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran, di satu sisi juga untuk mewujudkan tujuan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
“Memang kita harus akui bahwa IPM kita masih dibawah daerah lain, oleh sebab itu kita harus berupaya meningkatkan IPM maka tingkat kemiskinan dan pengangguran harus ditekan. Serta perlu adanya sinergitas antara Kabupaten/Kota dengan Provinsi di Papua Barat Daya, Untuk bagaimana menformulasikan program yang bisa terfokus mengatasi persoalan-persoalan yang sedang terjadi diatas tanah papua,”Terang Paul Mayor.
Paul berharap, dengan segala masukan dan harapan untuk mengatasi persoalan antara lain perencanaan yang baik, juga perencanaan seperti pelatihan-pelatihan melalui Balai Latihan Kerja (BLK) bisa terstruktur dapat dilaksanakan didaerah dengan baik dan bijak.
“Kita harap agar kedepan, angka pengangguran di seluruh Tanah Papua, khususnya Papua Barat Daya (PBD) masih tinggi jika dicek dugaan saya paling banyak adalah Orang Asli Papua (OAP),”Tukasnya. [TIM/RED]