DaerahGarda KaimanaGarda NusantaraGarda Papua BaratGaya HidupHeadline newsInfo EkobiezSudut Pandang

Seuntai Harapan Mama Saima, Pembuat Kapur Sirih Pinang Asal Namatota

KAIMANA, gardapapua.com — Mama (Ibu,red) Saima, demikian sapaan akrabnya oleh orang – orang atau Masyarakat di Kampung Namatota, Distrik Kaimana, Kabupaten Kaimana, Papua Barat.

Dia salah satu mama papua yang tangguh melakukan peran ganda sebagai ibu rumah tangga untuk membantu Kepala Keluarga (KK) dalam mengais rejeki, guna menopang perekonomian rumah tangga agar lebih sejahtera, dan menyekolahkan anak – anaknya.

Kampung Namatota sendiri, merupakan Kampung yang berada di Kabupaten Kaimana berbatasan dengan Teluk Triton. Untuk mencapainya, pengunjung harus menyeberang lautan menggunakan Bodi — perahu motor selama kurang lebih satu jam dari pelabuhan di Kota Kaimana.

Kampung Namatota disebutkan kaya akan sejarah dari masa lampau, di mana di kampung ini merupakan salah satu dari bagian kerajaan-kerajaan Islam di Kaimana, yakni Kerajaan Namatota.

Terbukti dengan adanya situs pemakaman raja di Namatota, yang sampai saat ini dirawat sejarahnya terletak di Masjid Darussalam, Kampung Namatota.

Beberapa Bukti Sejarah Kerajaan Islam Namatota

Selain dikenal dengan situs kerajaan, Namatota adalah rumah untuk beragam biota laut, sehingga menjadi salah satu destinasi favorit bagi yang hobi menyelam dan bahkan berkat tersendiri bagi Mama Saima, serta mama – mama papua lainnya, di Kampung Namatota.

Mama Saima saat diwawancarai, dalam kesempatan trip Bank Indonesia (BI) dan Wartawan, pada selasa (14/3/2023), menyatakan bahwa dirinya sangat bersyukur tinggal dan menjadi warga di kampung Namatota.

Dalam kesehariannya, Mama Saima menyebutkan, dia merupakan pembuat kapur sirih – pinang dari kulit Bia karang laut, dalam bahasa arguni / irarutu ‘Karwa’ yang kerap di temui di bibir pantai.

Seperti diketahui, Kapur Pinang merupakan salah produk budaya lokal orang Papua yang biasanya dikonsumsi secara bersamaan dengan buah pinang dan buah sirih.

Hal itulah dijadikan peluang bisnis bagi sebagian kecil Mama-mama Papua khususnya di kampung Namatota, seperti Mama Saima.

Aktivitas proses pembuatannya sendiri tergolong menggunakan cara sederhana sejak turun temurun dan perlengkapan seadanya.

Dimulai dari pencarian bahan baku utama yaitu Kulit Bia Karang (Karwa,red), maka Mama Saima harus turun ke bibir pantai dan mencari jenis Bia yang menurutnya bagus. Barulah masuk ke proses perapian. Tungku perapian dibuat terbuka hingga matang dalam proses pembakaran.

Setelah itu, barulah masuk dalam tahap pemisahan dan tahap penyaringan (ayakan,red) dan ditampung di dalam wadah dan menjadi serbuk kemudian akan diayak atau disaring mengunakan alat yang dinamakan tapisan hingga halus seperti tepung.

“Jadi kita olahannya untuk kebutuhan sirih pinang. Nanti baru dijualkan ke pasar di kota. Bisa kiloan atau perbungkus,”Ucap Mama Saima

Untuk menambah penghasilan lebih dari bahan baku Bia Karang, dirinya menyebutkan, bahwa dia juga membuat bebeeapa kerajinan dan hiasan dinding, tempat bunga dan beberapa kerajinan tangan lainnya yang diharapkan menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung di Namatota.

“Untuk harga sendiri berfariasi. Kita patok itu sesuai kesulitan pembuatannya, biasa harga paling rendah Rp. 100 ribu rupiah. Pasarannya masih seputaran Kaimana,”Terangnya

Mama Saima juga harap, dengan usaha yang ditekuninya, dia dapat menjadi Perempuan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Tentu ini sejalan dengan potensi peran perempuan dalam pengembangan UMKM di Indonesia yang sangat besar.

Sehingga dia harap, Pemerintah kedepan dapat lebih serius mengalirkan bantuannya dalam program pemberdayaan ekonomi masyarakat ke kampung Namatota secara berjenjang, dan membuat pendampingan pemberdayaan bagi mereka. Ditambah lagi akses internet dan transportasi yang masih terbatas.

Hal ini tentu, untuk membuka akses dan keterbatasan pihaknya untuk turut bersaing memamerkan usaha kerajinan tangannya dalam skala UMKM di desa wisata.

“Kita harapnya ada pendampingan. Juga ini kita kendalanya akses, keterbatasan akses internet juga. Biasa naik ke gunung di atas untuk cari wifi atau jaringan,”Harapnya

Dia juga bercerita tentang beberapa hal yang menjadi harapannya agar kampung Namatota bisa menjadi kampung pilihan wisata pantai oleh para wisatawan.

Dimana salah satu pantai terbaik yang bisa disambangi ialah Pantai Sangnus Worait yang terletak di timur laut kampung. Pantai ini memiliki pasir putih dan air yang tenang serta dikelilingi oleh pulau-pulau yang eksotis.

“Kita juga harap orang – orang kayak ade dorang tidak bosan untuk datang dan lihat serta nikmati keindahan pantai dan air yang jernih di pantai ini,”Tukasnya. [RF/RED]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *