Kadishut PB : Revisi Pergub 5/2014 Tentang Kompensasi “Kayu” Bagi Masyarakat Adat Terus Berproses, Ini Penjelasannya !
MANOKWARI, gardapapua.com — Kepala Dinas Kehutanan Papua Barat, Jimmy W. Susanto menyebutkan, bahwa terkait penyampaian aspirasi dari beberapa kelompok Masyarakat dan Lembaga terkait usulan tindak lanjut revisi Peraturan Gubernur (Pergub) Papua Barat Nomor. 5 Tahun 2014 tentang Standar Pemberian Kompensasi bagi Masyarakat Adat atas Kayu pada Areal Hak Ulayat di Provinsi Papua Barat, telah diterima pihaknya dengan baik.
Bahkan kata Susanto, proses pelaksanaan pembahasannya telah bergulir sejak tahun 2024. Dimana saat itu, Pemerintah Papua Barat, melalui Dinas Kehutanan telah melaksanakan kegiatan pembahasan dan harmonisasi Peraturan Gubernur (Pergub) terkait kompensasi hak ulayat adat, dan pemanfaatan hutan alas title (PHAT) di Manokwari, Provinsi Papua Barat.
“Perlu diketahui, bahwa proses untuk perubahan pergub kompensasinya sudah berjalan dari tahun 2024 dengan mengumpulkan masyarakat pemilk hak serta mitra kerja (perusahaan), perwakilan MRPB, Polda PB dan OPD terkait. Ini dibahas mengenai isi Draft Pergub untuk direvisi dan sudah berjalan sejak tahun 2024. Kami dinas terkait bahkan sampai dua kali melaksanakan FGD bersama Masyarakat,”Ungkap Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Papua Barat, Jimmy W Susanto, menjawab pertanyaan wartawan, pada selasa (16/12/2025).
Dimana tujuan dilaksanakannya kegiatan pembahasan dan harmonisasi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Standar Pemberian Kompensasi bagi Masyarakat Adat atas Kayu pada Areal Hak Ulayat di Provinsi Papua Barat, yang dimulai sejak tahun 2024, Dinas Kehutanan juga mendorong agar implementasiannya dapat menambah PNBP sektor Kehutanan dan peningkatan ekonomi kerakyatan, khususnya masyarakat hukum adat selaku pemilik hak ulayat dalam pengelolaan Hasil Hutan Kayu yang terjamin legalitasnya.
Hal ini sebagaimana diatur dan didasari juga pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor. 35 Tahun 2012, terkait pengakuan tanah adat secara tegas memisahkan hutan adat dari hutan negara memberikan peluang yang besar kepada pemerintah daerah dalam mendukung manajemen hutan berbasis kemasyarakatan.
Susanto juga memahami, bahwa revisi Pergub tersebut bukan sekedar pada penyesuaian nilai kompensasi dengan kondisi ekonomi saat ini, namun tentu ada harapan Maayarakat Adat terkait jaminan keamanan pangan, serta keberlanjutan budaya Orang Asli Papua (OAP) dalam mengelola hutan adat mereka.
“Perlu diketahui, untuk semua tahapan dan proses sedang berjalan bertahap. Dimana di tahun 2025 ini kami Dinas Kehutanan telah masukan draft ke Biro Hukum untuk di periksa sebelum diharmonisasikan ke Depdagri. Namun terkendala karena kemarin ada efisiensi anggaran oleh pemerintah, jadi kami telah masukan kembali dalam RKA dinas dan dianggarkan kembali pada tahun 2026. Hal ini akan menjadi prioritas, kami imbau masyarakat bersabar dan saling mendukung setiap prosesnya,”Jelas Kadishut.

Salah satu poin penting berkaitan revisi pergub tersebut adalah, tentang tahapan biaya kompensasi yang harus dibayarkan oleh pemegang konsesi kepada masyarakat adat ketika perusahaan menebang atau mengambil kayu dari hutan produksi yang terletak di tanah adat.
Dimana tujuan dari biaya kompensasi adalah untuk mengkompensasi degradasi hutan dan hilangnya akses kepada sumber daya yang tersedia di hutan adat. Adapun besarnya biaya kompensasi akan dirundingkan oleh masyarakat adat, dan mengacu pada peraturan perundangan berlaku lainnya yang kemudian diperkuat dengan Pergub tersebut.
Seperti diketahui, potensi hasil hutan kayu menjadi salah satu potensi terbesar di wilayah Papua Barat. Dalam paparannya, Kadihut menyebut bahwa Pemerintah Provinsi Papua Barat dalam kepimpinan Bapak Gubernur Drs. Dominggus Mandacan, terus berupaya agar masyarakat adat di sekitar kawasan hutan berhak memperoleh jaminan perizinan yang legal untuk mengelola potensi hasil hutan kayu, diwilayah adat mereka. [TIM/AL/RED]
