Audiensi Bersama NPCI, Komisi II DPR Papua Barat Soroti Penggunaan Anggaran dan Tata Kelola Organisasi
MANOKWARI, gardapapua.com — Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPRPB) menggelar audiensi bersama Pengurus National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Provinsi Papua Barat dalam sebuah pertemuan resmi bertajuk “Penguatan Pembinaan dan Kesejahteraan Atlet Disabilitas Papua Barat”.
Pertemuan yang digelar itu, turut dihadiri Ketua Komisi II DPRPB H. Ahmad Kuddus, S.T., bersama wakil ketua dan anggota komisi, serta perwakilan dari Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Papua Barat.
Meski semula difokuskan pada penguatan pembinaan dan kesejahteraan atlet disabilitas, forum audiensi ini justru berkembang menjadi ruang kritis terhadap tata kelola anggaran di tubuh NPCI Papua Barat. Sejumlah anggota dewan dan pihak dinas menyoroti adanya dugaan penyalahgunaan anggaran dalam pelaksanaan beberapa agenda organisasi.
Menurut penelusuran awal dalam forum, dana yang sejatinya dialokasikan untuk Musyawarah Provinsi (Musprov) NPCI, yang semestinya menjadi momen penting untuk pergantian kepengurusan dan perumusan program kerja baru, malah digunakan untuk mendanai kegiatan lain di luar peruntukannya. Akibatnya, kegiatan organisasi berjalan tanpa arah legal yang kuat karena belum adanya kepengurusan baru yang sah secara forum. Tak hanya itu, masih terdapat tanggungan hutang NPCI kepada sejumlah pihak, yang hingga saat ini belum diselesaikan.
Dinas Pemuda dan Olahraga dalam kesempatan itu mengungkapkan keprihatinannya, mengingat anggaran yang disetujui sebelumnya sudah dirancang melalui Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang sah. “Jika pelaksanaan anggaran tidak sesuai dengan RAB, maka ini bukan hanya pelanggaran administrasi, tetapi juga berpotensi melanggar prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance),”Ujar salah satu perwakilan dari dinas tersebut.
Anggota Komisi II pun mempertanyakan laporan keuangan NPCI yang belum rampung secara formal. Kondisi ini turut memicu kendala dalam proses pencairan anggaran lanjutan karena tidak ada kejelasan dan pertanggungjawaban yang dapat diverifikasi. Beberapa legislator menyebut bahwa ketiadaan laporan resmi akan berdampak langsung terhadap kepercayaan publik dan pemerintah terhadap NPCI sebagai lembaga resmi pembina olahraga prestasi disabilitas.
Ketua Komisi II, H. Ahmad Kuddus, menekankan pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan dana publik, termasuk dalam organisasi seperti NPCI. “Dukungan anggaran adalah wujud keberpihakan pemerintah terhadap atlet difabel. Namun jika mekanisme penggunaan anggaran tidak dijalankan sesuai prosedur, hal ini bisa menjadi batu sandungan serius bagi perkembangan olahraga disabilitas di Papua Barat,” tegasnya.
Beliau juga mengingatkan bahwa bila ada indikasi pelanggaran administratif atau hukum, maka akan ada mekanisme yang harus dijalankan sesuai prosedur pemerintahan. Komisi II, sambungnya, akan terus mengawal proses ini dengan pendekatan persuasif namun tegas, agar persoalan ini tidak berkembang menjadi perkara hukum yang merugikan banyak pihak, terutama para atlet difabel yang semestinya menjadi prioritas utama.
Di sisi lain, pihak NPCI menyampaikan beberapa kebutuhan mendesak seperti ketiadaan sarana olahraga khusus bagi penyandang disabilitas, terbatasnya peralatan penunjang, dan kurangnya insentif bagi pelatih dan atlet berprestasi. Meski diwarnai sorotan terhadap pengelolaan anggaran, audiensi ini tetap menghasilkan harapan bersama agar pembinaan olahraga disabilitas bisa tetap berjalan, asalkan didukung dengan tata kelola organisasi yang tertib dan bertanggung jawab.
Terkait itu, Komisi II DPRPB menutup forum dengan seruan evaluasi internal menyeluruh di tubuh NPCI Papua Barat dan meminta dukungan dari Dinas Pemuda dan Olahraga untuk segera merumuskan langkah penyelamatan organisasi demi masa depan para atlet disabilitas. Rekomendasi strategis dan catatan kritis dari audiensi ini akan dirangkum sebagai bahan pengawasan dan bahan pertimbangan kebijakan anggaran di tahun berjalan maupun tahun-tahun mendatang. [TIM/RED]