AdvertorialDaerahGarda ManokwariGarda Papua BaratHeadline newsHUMANISKesehatanNasionalSudut Pandang

Bisa Menyebabkan Kematian, Dinkes Papua Barat Ingatkan Masyarakat Waspada TBC

MANOKWARI, gardapapua.com —- Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, Otto Parorrongan, SKM., M.Kes, mengatakan, bahwa Tuberkulosis atau yang biasa dikenal dengan penyakit TBC adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia.

Dikatakan, bahwa TBC merupakan salah satu dari 10 penyebab utama kematian secara global dan penyebab utama agen infeksius. Menurut World Health Organisation (WHO) dalam laporan Global Report tahun 2021 bahwa secara global Indonesia merupakan negara dengan beban TBC tertinggi ketiga setelah India dan China.

Dimana Pada tahun 2020, diestimasikan terdapat 824.000 orang jatuh sakit dan 93.000 jiwa meninggal akibat TBC. Dari estimasi tersebut, ditemukan sebanyak 384.025 kasus atau sekitar 47%, artinya masih banyak pengidap TB yang belum diketahui keberadaanya. Capaian penemuan kasus ini menurun 178.024 dari tahun 2019 akibat dampak dari pandemi COVID-19. Selama pandemi COVID-19, pelayanan TBC dilakukan dengan protokol kesehatan menyesuaikan situasi pandemi COVID-19.

Namun demikian, Layanan TBC dipastikan tetap berjalan dan frekuensi penemuan pasien TBC tidak akan menurunkan kualitas.

Terkait itu, Jajaran Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, dalam rangka Hari Tuberkulosis Sedunia yang diperingati setiap tanggal 24 Maret 2022, mengajak Masyarakat untuk lebih peka dan sadar dengan berbagai gejala umum Tuberkulosis – Stop TB Partnership Indonesia menggaungkan cara skrining gejala aktif TBC secara mandiri dengan mengingat #141CekTBC.

Mengingat berbagai upaya terkait penanggulangan TBC meliputi pencegahan, pelayanan kesehatan, pengobatan, dan pengendalian sehingga butuh peran serta masyarakat.

Tujuan utama dari kampanye ini adalah untuk mendorong kesadaran masyarakat Indonesia yang masih rendah memeriksakan dirinya bila mempunyai gejala batuk terus menerus selama 14 hari atau lebih ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Diketahui, Provinsi Papua Barat jumlah kasus TB yang dilaporkan sebanyak 2.067 kasus, dari estimasi kasus sebanyak 6.516 kasus, dengan cakupan penemuan dan pengobatansebanyak 31%. Kasus TB terbanyak terdapat di Kab. Manokwari sebanyak 596 kasus, Kota Sorong sebanyak 434 kasus dan Kab. Sorong sebanyak 236 kasus. Cakupan penemuan kasus TB masih rendah, Masih banyak kasus TBC yang belum ditangani dilayanan, banyak hal yang menjadi penyebab baik dari masyarakat yang masih belum sepenuhnya memahami pentingnya memeriksakan TBC sedini mungkin.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin keberhasilan pengendalian TB, terutama dalam mencapai target temuan kasus. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan penguatan penanggulangan TBC melalui kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan serta peningkatan mutu layanan sehingga mampu memutus mata rantai penularan dan terjadinya resistensi obat. Kegiatan penemuan, pengobatan dan pencegahan juga dilakukan dengan penguatan jejaring TBC di layanan, serta perlibatan sektor swasta.

Layanan Himbauan Dinkes Papua Barat

Selain itu, kegiatan penyisiran di Rumah Sakit juga dilaksanakan untuk memastikan semua kasus yang sudah ditemukan diobati. Pemantauan kinerja pelaksanaan program TBC melalui monitoring dan evaluasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan secara berkala untuk memantau proses dan perkembangan program, serta mengatasi masalah yang teridentifikasi.

Dalam era desentralisasi bidang kesehatan, pemerintah kabupaten/kota memegang peran besar untuk memberikan dukungan politik bagi penanggulangan tuberkulosis di wilayahnya. Dimasukannya penanggulangan tuberkulosis kedalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan memerlukan langkah-langkah operasionalisasi di tingkat kabupaten/kota untuk dapat mendorong peran pemerintah daerah pada proses perencanaan dan pembiayaan, perlu adanya dokumen rencana aksi penanggulangan tuberkulosis yang komprehensif.

Keberhasilan eliminasi TBC juga dilakukan dengan peningkatan keterpaduan pelaksanaan program melalui kemitraan dengan lintas program atau sektor terkait dan layanan keterpaduan pemerintah dan swasta (Public Private Mix). Selain itu, pemberdayaan masyarakat perlu dilakukan melalui kegiatan menginformasikan, mempengaruhi, dan membantu masyarakat agar berperan aktif dalam rangka mencegah penularan TB, meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, serta menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap pasien TB.

Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya seperti tulang dan kelenjar getah bening. Penularan Tuberkulosis terjadi ketika seseorang menghirup udara yang terkontaminasi bakteri tuberkulosis. Bakteri menyebar saat penderita batuk, bersin maupun berbicara dalam bentuk droplet atau percikan liur seseorang, tidak heran jika penularannya relatif cukup mudah dan cepat. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan, khususnya ruangan yang gelap dan lembab dimana percikan dahak dapat bertahan dalam waktu yang lebih lama.

Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja, tidak peduli laki-laki atau perempuan, tua atau muda bahkan anak-anak dapat terinfeksi penyakit ini. Gejala utama pada pasien TBC yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, kurang enak badan, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.

Meskipun diagnosis dan pengobatan tuberkulosis gratis, orang terkena TBC akan pengaruh terhadap kondisi psikologi, fisik, sosial dan ekonomi . seseorang divonis TBC awalnya akan depresi, kecemasan, kemarahan, melemahnya keyakinan untuk menghadapi berbagai persoalan, serta merasa tidak berdaya dan tidak berguna. Disamping itu pasien TBC akan mengalami kerugian secara materi kerena perlu akomodasi, gizi, dan kehilangan penghasilan karena ketidakmampuan untuk bekerja, akhirnya dengan beban keuangan yang tinggi menyebabkan pasien tidak mendapatkan diagnosis, tidak segera memulai pengobatan, bahkan dapat berhenti pengobatan.

Banyak yang salah kaprah bahwa TBC sama seperti halnya batuk biasa. Padahal, sejatinya batuk ini lebih berbahaya ketimbang batuk biasa. Oleh karena itu, penanganan dari batuk akibat penyakit TBC berbeda penangananya. Sesuai dengan standar WHO dan Kementrian Kesehatan, pengobatan TBC dilakukan dengan mengunakan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang telah disesuaikan dengan keadaan masing-masing pasien. Obat ini wajib diminum selama minimal 6 bulan pengobatan tanpa terputus. OAT berisi empat kombinasi obat atau lebih untuk diminum secara rutin. Pengobatan TBC dibagi menjadi dua fase, fase intensif yaitu pada dua bulan pertama dan fase lanjutan pada 4 bulan berikutnya. Fase intensif bertujuan untuk menghilangkan kuman TB yang sedang aktif, sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk memberantas kuman TB yang istirahat pada bagian paru-paru kita. Waulaupun TBC mudah menular dan menyebabkan kematian, namun penyakit ini dapat disembuhkan dengan minum obat secara teratur sampai benar-benar dinyatakan sembuh oleh dokter. Penderita TB yang tidak patuh minum obat, akan sulit untuk sembuh, masih dapat menularkan penyakit dan bisa menjadi resisten obat.

Mengakhiri epidemi TBC menjadi salah satu target penting dalam tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang harus dicapai bersama. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat serta mendorong semua pihak terlibat aktif dalam pencegahan dan penanggulangan TBC, WHO menetapkan tanggal 24 Maret sebagai Hari Tuberkulosis Sedunia (HTBS). Pada tahun 2022 tema HTBS di tingkat Global adalah “Invest to End TB, Save Lives”, sementara itu Indonesia mengambil tema peringatan HTBS tahun 2022 yakni “Investasi untuk Eliminasi TBC, Selamatkan Bangsa”, dengan aksi Temukan Tuberkulosis Obati Sampai Sembuh (TOSS TBC) di Indoensia.

“Dan pada akhiranya, untuk mengakhiri TBC pada tahun 2030, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri, butuh komitmen dan tindakan Bersama dari semua pihak, Mari kita dukung dan jadikan momen peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia tahun 2022 untuk bekerjasama dalam menemukan, mengobati sampai Sembuh penderita TBC yang ada di Papua Barat. Ayo Peduli TBC Mulai Dari Sekarang,” Himbau Kadinkes Papua Barat, Otto Parorrongan, SKM., M.Kes. [TIM/RED]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *