DaerahHukum dan Kriminal

Biro Hukum Setda PB dan Mitra, Sosialisasi Hukum Tentang KDRT dan Pemboman Ikan di Raja Ampat

WAISAI, gardapapua.com — Pemerintah Papua Barat melalui Biro Hukum Setda, Kamis (18/7/2019) kemarin, menggelar rangkaian kegiatan sosialisasi penyuluhan tentang peningkatan pemahaman terhadap hukum.

Rangkaian sosialisasi penyuluhan tentang hukum tersebut, Biro Hukum Setda Papua Barat dalam pelaksanaannya turut menggandeng berbagai pihak kemitraan dan lembaga terkait yakni perwakilan Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Sekjen Kemendagri), dan Kepolisian Polda Papua Barat.

Kesempatan itu, Gubernur Papua Barat Drs. Dominggus Mandacan M.Si, melalui Asisten I Bidang Tata Pemerintahan Setda Muhidin Umalelen M.Ec.,DEV, saat membuka rangkaian kegiatan Penyuluhan hukum tentang KDRT dan Pemboman Ikan Lepas di pantai kabupaten Raja Ampat, yang di gelar di Aula balai kampung Saporkren, Kamis (18/719) menegaskan, bahwa Pembangunan Hukum sebagai bagian yang tidak bisa terpisahkan dari sistem pembangunan nasional.

Secara strategis, Hukum merupakan landasan dan menjadi perekat bidang pembangunan lainnya, serta sebagai fakta integritas dalam kehidupan bermasyarakat bernegara.

Gubernur Papua Barat melalui Asisten I Bidang Tata Pemerintahan Setda Muhidin Umalelen M.Ec.,DEV, juga mengingatkan, kepada warga masayarakat yang telah turut mengambil bagian dalam pertemuan tersebut, agar semakin memahami dan mengimplementasikan apa dan dampak tentang hukum dengan seksama agar terhindar dari segala bentuk sanksinya, serta menjadi contoh warga negara yang baik dan mematuhi hukum.

” Dewasa ini masyarakat dituntut terhadap peningkatan pengetahuan dan pemahaman tentang hukum. Sehingga eksistensi penyuluhan hukum harus ditingkatkan karena penyuluhan hukum dan semata – mata dilakukan bukan sekedar asal menyampaikan informasi hukum, namun ada asas manfaatnya, agar masyarakat dibina untuk mematuhi dan menjadikan segala referensi hukum itu, kemudian mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari – hari, “Imbuh Muhidin Umalelen.

Selain itu, seperti hal diluar informasi ada beberapa hal-hal yang tidak terbaca dari peraturan perundang- undangan sebagai akibat dari dinamika masyarakat itu sendiri dan kemajuan teknologi, sehingga penyuluhan hukum seringkali dianggap sekedar sebagai partai tambahan dalam pembangunan, padahal hal yang penting.

“Saya minta kepada Bapak/Ibu para tokoh masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Perempuan, Tokoh Pemuda, yang saat ini mengikuti penyuluhan hukum terpadu ini kiranya mengikuti dengan Sebaik-baiknya dari awal hingga akhir,”Himbaunya

” Dan harapannya, setelah mengikuti penyuluhan hukum terpadu kiranya dapat menjadi panutan, serta menyebarluaskan materi yang telah di terima kepada keluarga, sanak saudara, masyarakat di Sekelilingnya,”Harapnya

Agar, dari pertemuan ini terkait masyarakat dapat semakin memahami apa itu sanksi – sanksi hukum yang ditimbulkan jika melakukan aksi penangkapan Ikan melalui Pemboman ikan, dan juga agar menjaha Kamtibmas dilingkungan keluarganya dengan tidak melakukan aksi atau bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

” Tidak ada khan yang mau berurusan dengan hukum, jadi mari jadilah warga negara yang baik, “Pesannya mengingatkan.

Sity Nuralita Afianti SH, (kiri) /Ft. Derek – garda

Kegiatan penyuluhan menghadirkan dua Narasumber diantaranya Sity Nuralita Afianti SH, selaku perwakilan Biro hukum Sekretariat jenderal kementerian dalam negeri, dan Hiariej SH. Kaur Kermalem Bidkum Polda Papua Barat.

Sementara itu, Sity Nuralita Afianti S.H, selaku Narasumber Biro hukum Sekretariat jenderal kementerian dalam Negeri menyatakan, bahwa Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri.

Menurut Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, dalan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

“Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu,”Ungkap Sity Nuralita Afianti

Dimana para Pelaku atau korban KDRT adalah kerap orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembatu rumah tangga.

Selain itu, penyampaian oleh Narasumber dari Kaur Kermalem Bidkum Polda Papua Barat, Hiariej, SH, menegaskan, bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dikenal beberapa jenis delik perikanan, diatur dalam pasal 86 sampai pasal 101.

” ini terbagi atas, adapun delik perikanan pencemaran, pengrusakan sumberdaya ikan penangkapan ikan dengan peledak, delik pengelolaan sumberdaya ikan dan delik usaha perikanan tanpa izin delik serta menggunakan bahan unsur peledak,”Paparnya

Dirinya juga menambahkan, hal-hal yang perlu diperhatikan dan ditaati wajib oleh masyarakat saat melakukan rutinintas melautnya sesuai bunyi Pasal (1) mengenai : jenis jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan, jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan, daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan;  persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan; sistem pemantauan kapal perikanan;  jenis ikan baru yang akan dibudidayakan; jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta penangkapan ikan berbasis budi days pembudidayaan ikan dan perlindungannya; pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya; ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap.

Selain itu, tentang daerah kawasan konservasi perairan; wabah dan wilayah wabah penyakit ikan; jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan, dan dikeluarkan ke dan dari wilayah Negara Republik Indonesia; dan jenis ikan yang dilindungi.

” ayat dua menjelaskan, bahwa Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pengelolaan perikanan wajib mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),”Pungkasnya. [DM/Red]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *